Doni, Apa yang Kamu Lakukan Itu Jahat!

23 Januari 2020 18:22

GenPI.co - Kisah cintaku dengan Doni awalnya berjalan sangat menyenangkan. Kami menjalani kehidupan percintaan yang membahagiakan.

Doni sangat pengertian terhadapku. Dia adalah pribadi yang menyenangkan.

BACA JUGA: Hasil Autopsi Mendiang Lina, Mbak You Sentil Teddy

Tak pernah sekali pun aku merasa sedih hanya karena ulah Doni. Tidak pernah. Doni selalu penuh perhatian.

Aku merasa hidup seperti ratu. Kalian yang belum pernah memiliki pacar seperti Doni pasti akan iri.

Namun, itu dahulu. Entah angin apa yang membuat Doni berubah. Dia bukan Doni yang selama ini kukenal.

Doni berubah menjadi pribadi yang asing bagiku. Sikapnya kasar. Dia tidak lagi pengertian.

Don, apa yang kamu lakukan itu jahat. Empat tahun kita merajut benang asmara.

Waktu yang tidak singkat. Kita berkelindan dengan suka dan duka bersama-sama.

Tiba-tiba kamu berubah begitu saja. Tanpa memberi alasan yang jelas. Tiba-tiba kamu tidak ingin di sampingku lagi. Kamu ingin mengakhiri semuanya. Kamu jahat, Don.

Aku terpekur meratapi kisah cintaku dengan Doni. Waktu terus berlalu. Kidung sunyi memenuhi relung hatiku.

Padahal sebelum aku berpisah dengannya, ibu Doni memiliki wasiat yang tidak enteng.

"Menikahlah dengan anakku," kata ibu Doni sebelum dirinya meninggal dunia.

Permintaan yang teramat berat bagiku. Namun, aku juga merasa bahagia. Setidaknya aku bisa menjalin asmara lebih langgeng dengan pria pujaanku.

Ibunya juga seperti Doni. Dia sangat mencintaiku. Dia sudah menganggapku seperti anak sendiri.

Mereka merupakan keluarga dengan adat Batak yang sangat kental. Aku selalu diajak setiap ada acara besar.

Wanita mana yang tidak bahagia mendapat perlakuan menyenangkan seperti itu?

Kalian pasti hanya bisa membayangkan. Aku sudah merasakan. Kebahagiaanku berpendar-pendar.

Kuceritakan kembali tentang ibunya. Dia menderita sakit empedu dan gula. Sebelum meninggal, ibunya sempat meneleponku.

Dia memintaku datang ke rumahnya. Aku mengiyakan permintaannya sebagai tanda baktiku.

Saat itu ibunya menangis di pelukanku. Dia tidak rela Doni menjalin asmara dengan kekasih barunya. Ibunya hanya ingin aku bersama Doni.

Dia bahkan memintaku hidup bersama Doni hingga akhir hayat. Tuhan punya rencana lain. Ibunya meninggal dunia.

BACA JUGA: Istri Wajib Peka, Ini Tanda Suami Sangat Mencintaimu

Sebelum ibunya dimakamkan, aku sedang menjalani wawancara kerja. Aku galau antara harus melanjutkan wawancara atau hadir di pemakaman ibunya.

Kuputuskan melanjutkan wawancara. Setelah itu aku langsung pergi ke permakaman ibunya.

Kala itu aku menyimpan luka yang sangat dalam. Aku juga dilanda kebingungan sangat hebat.

Aku masih mencintai Doni. Aku juga mencintai ibunya. Kini aku tidak punya alasan untuk menemui Doni.

Dulu aku bisa bertemu Doni karena ada ibunya. Kini tidak bisa lagi.

Saat itu aku bertemu dengan Doni dan kekasih barunya. Hatiku makin hancur. Tidak karuan. Rasanya sulit bagiku untuk memunguti serpihan hatiku yang berserakan.

“Taburkan bunga untuk Ibu,” kata ayah Doni.

Aku tergugu. Keluarganya masih baik padaku. Bahkan kakak Doni memelukku dengan erat.

Dia terlihat tidak rela aku berpisah dengan Doni. Sebab, dia tidak akan bisa lagi melihatku sesering biasanya.

Don, aku salah apa? Apa dosaku? Beri aku penjelasan. Kamu boleh memilih dia, tetapi harus memberiku penjelasan yang masuk akal.

Semua kalimat itu hanya bisa kupendam dalam hati. Aku hanya terdiam melihat Doni bersama kekasih barunya. Dia sangat bahagia. Dia seolah puas dengan kehidupan barunya.

Situasi yang berbeda terjadi padaku. Aku lemas. Mataku nanar. Sungai kecil sudah ada di ujung mataku. Doni, apa yang kamu lakukan itu jahat. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Annissa Nur Jannah

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co