Penyandang Tuli Sangat Kerepotan Saat pandemi COVID-19

09 Agustus 2020 17:10

GenPI.co - Sejak dahulu penyandang tuli tidak pernah mendapatkan informasi yang cukup saat terjadi bencana alam di Indonesia. Hal itu juga terjadi saat pandemi COVID-19.

Laura Lesmana Wijaya selaku Ketua Pusat Bahasa Isyarat Indonesia  dalam berdialog di Graha BNPB, Jakarta, Sabtu, (8/8).

“Saya berpikir sebenarnya kendala yang dihadapi orang dengar dan tuli itu sama, yang membedakan adalah masalah pada pemberian akses komunikasi itu sendiri,” ujar Laura.

BACA JUGA: Menemukan Obat COVID-19 Tak Ujug-ujug, Prosesnya Paaaaaanjang

Untuk membantu penyandang tuli di masa pandemi COVID-19 ini, lanjut Laura, hal pertama yang perlu dilakukan adalah seluruh masyarakat harus memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa isyarat. 

Hal ini dikarenakan penyandang tuli hanya akan mendapatkan informasi apabila terdapat akses komunikasi berupa juru bahasa isyarat.

Pada kasus pemberian bantuan sosial, sebagian penyandang tuli telah mendaftarkan dirinya ke Kementerian Sosial dan mendapatkan bantuan tersebut. 

Namun, sebagiannya lagi tidak memberikan data yang lengkap, sehingga bantuan tidak dapat diberikan.

“Sebelum mendaftar, tentu (penyandang) tuli itu perlu mendapatkan informasinya dulu, bagaimana caranya mendaftar, supaya dia tahu caranya mendaftar ke kementerian terkait, tentu harus ada akses informasi yang diberikan yang sesuai dengan kebutuhan,” jelas Laura.

Lebih lanjut, Laura mengatakan bahwa saat ini pemerintah mulai sadar akan perlunya pemenuhan informasi terhadap penyandang tuli. 

Hal itu terlihat adanya layanan juru bahasa isyarat, seperti yang dilakukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dalam konferensi pers.

Kendati demikian, tetap terdapat dampak negatif bagi anak-anak penyandang tuli yang masih bersekolah. 

Pandemi ini mengharuskan pemerintah menutup tempat-tempat umum, termasuk sekolah bagi penyandang tuli. Kemudian anak-anak penyandang tuli pun diarahkan untuk tetap berada di rumah.

“Sedangkan komunikasi dengan orang tua mereka tidak bisa dilakukan secara maksimal. Karena biasanya orang tua mereka adalah orang tua yang bisa mendengar dan belum sepenuhnya tahu cara berkomunikasi dengan anak mereka, sehingga anak (penyandang) tuli pun tidak merasakan adanya kenyamanan,” jelasnya. 

BACA JUGA: Ini Loh Skill Pekerja Incaran Perusahaan di Masa Pandemi  

Oleh karena itu, ia meminta proses mempelajari bahasa isyarat harus dilakukan secara terus-menerus.  Jadi  orang tua penyandang tuli dapat mempelajarinya pada kelas bahasa isyarat dan mempraktekkan di rumah dengan anak secara rutin. 

“Itu akhirnya akan membuka pintu komunikasi antara orang tua dengan anak-anak,” ucapnya.

Kemudian mengenai pemenuhan hak-hak bagi penyandang tuli, Laura berharap penyediaan layanan juru bahasa isyarat tidak hanya diberikan di masa pandemi COVID-19 saja, melainkan dilakukan secara berkelanjutan untuk ke depannya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co