Jimmy Ikhlas Aku Menikah dengan Pria Pilihan Ayah

01 Oktober 2020 19:45

GenPI.co - Jimmy, sosok itu yang kunanti selama ini. Sebenarnya aku lelah menunggunya namun, hatiku masih ingin bersamanya. 

Entah berapa lama lagi aku harus menunggu. Padahal umurku telah 22 tahun. Sementara ayahku bilang sudah waktunya untuk menikah. 

BACA JUGA: Tetangga Main Dukun, Dagangan pun Diguna-guna Hingga Tak Laku

Maklum kami tinggal di desa. Bagi mereka, anak gadis bila sudah masuk kepala dua harus segera dinikahkan. 

Suatu ketika ayahku mencoba untuk menjodohkan aku dengan anak teman semasa SMA-nya. Aku menolak, namun ayah bersikukuh dan tetap pada niatnya itu.

Melihat itu, aku langsung menghubungi Jimmy untuk segera memperjelas hubungan ini. Karena jika tidak, ayah akan menjodohkan aku dengan laki-laki pilihannya. Namun, dia sama sekali tak merespon.

“Tidak! Pokoknya aku nggak mau dijodohkan. Aku memilih jalan hidupku sendiri, ” teriakku pada ayah yang tengah memaksaku agar keluar untuk bertemu Dio. 

Dio adalah pria yang dijodohkan denganku, anak teman ayah. 

“Sekarang kamu sudah berani melawan orang tua Haa.. Beraninya kamu!!” Pekik ayahku.

Tangannya terangkat seperti hendak menamparku. Namun niatnya diurungkan,  mungkin karena tidak tega.

“Ayah, kumohon bersabarlah. Jimmy akan pulang ayah, dia akan kembali dan melamarku kelak” Jawabku sambil menunduk karena takut amarah ayah.

“Harus berapa lagi waktu baik ini terbuang. Kamu sudah dewasa dan waktunya untuk menikah nak,” ayah membujuk.

“Tapi ayah… ”

“Sudahlah temui Dio dulu. Kalau kamu memang merasa tidak cocok, kita batalkan perjodohan ini,” sanggah ayah.

Aku menurut, lalu  pun menemui Dio yang tengah duduk di ruang tamu rumah.

“Hey, kamu Lidya kan?” Dio berupaya menyapa dengan ramah.
“Ya,” jawabku singkat.

Ada kecanggungan di antara kami. Dio berupaya keras mencairkan suana dengna bertanya ini itu. Tentu saja aku yang ingin pertemuan itu membalas dengan dingin, aku hanya menjawab dengan siungkat. 

“Kenapa apa kamu sama sekali tak menginginkan perjodohan ini?” Tanyanya yang kali ini membuatku kaget seketika.

“Emang kenapa, ” jawabku sambil menunduk. Aku sama sekali tak berani menatapnya.

“Ah tidak, soalnya kelihatan sekali dari raut wajahmu. Bahwa kamu sama sekali tak tertarik akan semua ini. Bilang saja tak apa kok.” Jelasnya kembali.

“Sebenarnya..”

BACA JUGA: Dara, Si Gadis Kedai Kopi Yang Melumpuhkan Hatiku

“Bicaralah tak apa”

“Aku sudah punya kekasih dia sedang bekerja di Jogja, ” aku menjawab dengan suara yang tertahan di teronggorkan.

“Oh, jadi itu alasannya”

“Ya”

“Sebenarnya aku juga sudah memiliki kekasih, dan aku juga sangat menyayanginya” jawab Dio yang berhasil membuatku terpengarah.

Meski jawabannya itu berhasil membuatku penasaran, aku masih  tak berani menatapnya.

“Iya benar. Sesekali melihatlah ke arahku, jangan menunduk terus, ” ucapnya sopan.

Lalu kuangkat sedikit kepalaku dan melihat ke arahnya. Jujur, pria yang duduk di depanku ini wajahnya tampan sekali, kulit cokelat nan mulus.

“Nah gitu dong, sekarang kan jadi enak ngobrolnya jika saling menatap,” tambahnya yang membuat aku sedikit gugup.

Terhadap pernyataan yang datang dangan nada menggoda itu, aku hanya bisa mengulas senyum.

Percakapan pun berlanjutm dan mulai terasa hangat. Aku merasa menemukan  sosok Jimmy di hadapanku

Kami sempat  bertukar nomor ponsel dan percakapan kami berlanjut di dunia digital. Dio mengaku juga tak  menyetujui perjodohan ini, sama sepertiku. Namun, dia sangat patuh terhadap ayahnya jadi dia menurut. 

Aku salut padanya. Karena tak biasanya seorang lelaki sepertinya bisa patuh pada orang tuanya. Apalagi ini menyangkut masa depannya serta kehidupannya kelak.

Di saat seperti ini aku sangat membutuhkan sosok Jimmy untuk menyakinkan orangtuaku. Namun ia seperti menghilang ditelan bumi. Aku semakin ragu akan semuanya. 

Hingga di hari perjodohanku dengan Dio tiba, aku terus menghubungi Jimmy. Namun sama sekali tak ada jawaban.

-----00-----

“Lidya sayang keluarlah nak, keluarga mempelai pria sudah datang,” suara ibu membuyarkan lamunanku.

Dengan langkah gontai dan rasa pasrah aku keluar menemui para tamu dan pak penghulu. Aku merasa inilah akhir dari penantianku selama ini. 

Dalam kebimbangan yang amat sangat, aku meminta jawaban Allah mengenai semua ini. Apakah Dio memang jodohku? Apakah bisa tumbuh cinta di antara kami berdua? Aku bingung ddan merasa mual dengan segala rasa yang bercampur aduk di kepala.

Aku pun memutuskan untuk bicara kepada Dio dulu sebelum mengucapkan janji suci di hadapan ALLAH dan kerabat. Sebelum semuanya terlambat dan semuanya menjadi jelas.
 
“Mohon maaf sebelumnya buk, pak. Apakah saya boleh berbicara sebentar dengan Mas Dio?” ucapku agak sedikit ragu.

“Oh iya boleh nak, silahkan” Kata pak penghulu.

Lalu Dio pun pergi meninggalkan tempatnya dan mengikutiku.

“Ada apa kamu menyuruhku menemuimu?”

“Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan padamu...”

“Bicaralah.”

“Apakah kamu ikhlas menerimaku sebagai istrimu. Sedangkan di sini kau tengah mencintai seseorang?” tanyaku jujur.
Senyum mengembang di wajahnya. Ada jeda sedikit  sebelum ia menjawab dengan mantap.

“Insya Allah atas ridho-Nya aku akan ikhlas. Untuk itu semua kuserahkan pada-Nya. Karena Dia  yang menentukan jalan hidupku. Dan untuk kekasihku, aku sudah bicara padanya untuk melupakanku.” 

“Tapi, apakah kekasihmu itu setuju?” tanyaku kembali.

BACA JUGA: Istriku Selingkuh di Sampingku, Saat Aku Terbaring Tak Berdaya

“Awalnya dia tak menyetujuinya. Namun, aku jelaskan alasannya. Dan dia pun menyetujuinya. Bagaimana apakah kau siap untuk kupersunting?”

“Baiklah jika memang kau adalah seseorang yang ditakdirkan untukku maka aku akan menerimamu.”

“Tapi bagaimana dengan kekasihmu itu, apakah dia tau bahwa kau akan kunikahi,” kini gantian Dio yang bertanya.

“Dia hilang kabar. Dan jika aku hubungi dia tidak pernah merespon. Mungkin ini jawaban dari Allah  bahwa dia bukan jodohku. Karena aku sudah terlalu lama menunggunya. Bukankah segala sesuatu yang terlalu lama dan terlalu cepat itu tak baik?”

“Iya sudah kalau memang ini sudah takdir kita untuk bersama, maka kita juga tidak bisa memungkirinya.”

Aku senang dan merasa yakin setelah mendengar keterangannya itu. Lalu kamipun pergi ke tempat awal. Dan kali ini aku memang benar-benar yakin pada Dio. Mungkin dia adalah seseorang yang memang dikirimkan untukku.

-----00-----

Saat ini, kehidupan rumah tangga aku dan Dio sudah jalan 2 tahun. Alhamdullillah, aku dipercaya untuk merawat seorang anak. Sungguh ini karunia yang besar bagiku. 

Namun saat ini, ada yang mangganggu pikiranku, sebuah pesan singkat muncul di ponselku, dari seorang yang mengaku bernama JImmy.

Aku bingung, sebab ia ingin menemuiku untuk memberi pejelasan. Aku mengatakan bahwa sudah melupakannya dan menikah, tapi ia kukuh. 

Hari ini adalah waktu yang dikatakan Jimmy untuk menemuiku. Dan benarlah, suara ketukan di pintu depan ternyata adalah dirinya. Ku buka pintu dan melihat wajah dari masa lalu itu,

“Jimm.. Jimmy, ” aku menyapanya dengan lirih.

“Lidya, aku datang sesuai janjiku padamu”.

“Maafkan aku Jimmy,” aku tertunduk, tak mampu lagi melihat wajahnya yang masih sama seperti yang dulu.
.
“Maaf, apa yang perlu dimaafkan?”  Tanyanya yang kini membuatku merasa bersalah.

“Iya, maafkan aku jimmy. Aku minta maaf, dan kini aku sudah menjadi milik orang lain,,”

“Oh, tak mengapa kasih. Kau memang benar dengan pilihanmu sekarang. Aku yang seharusnya minta maaf, karena tak menghubungimu sama sekali,” jawabnya dengan suara bergetar.

Aku tak tega melihat dirinya yang berlinang air mata. Jika saja aku belum milik orang lain, diriku sudah menghambur kedekapannya.  Namun, ALLAH berkehendak lain terhadapku. 

Aku menerima suamiku dengan sepenuh hati dan ikhlas. Mungkin memang Jimmy bukanlah takdirku. Namun Jimmy kau akan tetap menjadi bagian tersendiri di dalam hatiku.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co