GenPI.co - Namaku Miranda, selain seorang mahasiswa, aku juga bekerja di tempat hiburan malam.
Tak mudah rupanya membagi waktu untuk bekerja dan kuliah. Dua semester nilaiku menjadi anjlok tak karuan.
BACA JUGA: Delapan Tahun Aku Menanti Sia-Sia
Tidak hanya itu, sejumlah mata kuliah pun harus aku ulang karena tidak lulus. Apalagi ada satu mata kuliah yang harus diampu dosen killer dan tidak punya hati.
Memang sih Pak Raka ganteng dan punya banyak penggemar. Namun, di mataku dia tetap orang yang tidak punya hati.
Berapa kali aku selalu dibuatnya kesal. Seperti masalah kemarin, tugas darinya sudah aku kerjakan hingga larut malam.
Pukul 08.00 aku sudah mengumpulkan di mejanya, tetapi tugasku lagi-lagi tidak diterima.
“Huh, kesal, padahal sudah bikin susah payah, tapi tidak dihargai,” gerutuku.
BACA JUGA: Berawal Dari Warung Kopi, Aku dan Ayah Kepincut Janda
“Sabar, Mir,” kata Susan.
Rasa dongkol kepada terhadap Pak Raka selalu aku bawa kemana-mana. Aku juga sering absen mata kuliah dia.
Akibatnya, aku mendapat teguran dari Pak Raka dan ancaman tidak lulus. Setelah itu, aku mulai takut dengannya dan mencoba menuruti semua permintaannya.
“Kalau kamu mau lulus, kamu harus ujian one on one dengan saya,” kata Pak Raka.
Akhirnya, sore itu aku terpaksa mengalah dan menghadap Pak Raka.
Dia pun memberikan tugas pertama yang menurutku agak berat, sebab lagi-lagi aku harus membagi waktu dengan pekerjaan.
Setiap hari aku tak pernah absen bertemu Pak Raka. Bosan rasanya memandang wajah pria yang juteknya minta ampun.
Aku jadi heran dengan mahasiswi di sini, bisa-bisanya mengatakan Pak Raka ganteng.
“Bagaimana? Sudah? Saya mau meeting,” kata Pak Raka membuyarkan lamunanku.
Entah kenapa, sejak itu jantungku berdetak kencang tak seperti biasanya.
“Suu..u..da..h, Pak,” kataku gugup.
Keesokan harinya aku bertemu Pak Raka lagi. Entah sampai kapan aku harus bertemu orang aneh ini.
Namun, siang itu aku merasa ada yang aneh dengan sikapnya. Saat dia menatap, aku jadi salah tingkah.
Anehnya, jantungku makin kencang berdebar. Saat dia mendekatiku dan memeriksa pekerjaanku, napasku makin memburu dan aku menatapnya nanar.
Apakah aku mulai terpesona dengan wajahnya? (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News