Dibutakan Cinta, Aku Sulit Lepaskan Pria Beristri Itu

20 Juli 2021 19:55

GenPI.co - Sore itu di sebuah vila mini..

“Maaf, tadi aku terlambat”, ujar Rizki, memeluk kekasihnya.

“Aku hanya khawatir kau tak datang. Tiga minggu sudah terasa begitu menyiksa tanpamu”, jawab Elise.

BACA JUGA:  Saat Kubuka Baju di Kost, Pacarku Tak Tahan Ingin Mengeluarkan

“Kau bisa memegang kata-kataku jika itu sudah terucap, sayang”, jawab Rizki, mempererat pelukannya.

 “Apa yang kau bilang pada istrimu untuk datang kesini?”, tanya Elise ketika hari beranjak sore. Ketika mereka sudah sama-sama sangat lelah dengan kegiatan mereka yang hanya berkutat di kamar kecil itu.

BACA JUGA:  Keluar 4 Kali dengan Janda Muda, Aku Kewalahan

“Outbond dengan rekan-rekan sekantor”, jawab Rizki, ringan sambil mengepak tas-nya yang isinya sudah berceceran ke segala penjuru kamar.

“Kadang merasa lelah juga kalau aku harus selalu saja mencari alasan ketika aku ingin bertemu denganmu. Kau tak pernah memikirkannya?!”, gumam Elise, sambil duduk di kusen jendela lebar yang sudah dibuka, menikmati sebatang rokok sambil menetralkan hawa di dalam kamar itu.

Membuang pengap dan penat juga di hati dan pikirannya.

Rizki menghentikan aktivitasnya. Sejenak memandangi Elise dengan pandangan yang seolah-olah mampu mengatakan bahwa dia bosan dengan pembicaraan semacam itu.

Obrolan yang ujung-ujungnya pun diakhiri dengan omongan angkuh darinya untuk tak perlu dipikir berat hubungan mereka yang seperti itu.

Dia melanjutkan lagi mengepak barang, lebih memilih diam. Dia tahu jawaban bukanlah yang dicari Elise saat ini.

“Nanti mau turun bareng aku atau bagaimana?”, tanya Rizki setelah dia kelar mengepak barang-barangnya. Ikut duduk di kusen yang sama, berhadapan dengan Elise, menyalakan sebatang rokok.

“Tak berminat menjawab pertanyaanku barusan?”, tanya Elise, memandang Rizki hanya dengan ujung mata. Kepalanya tetap menghadap lembah yang hijau dengan perkebunan teh.

“Obrolan yang selalu sama dan berakhir dengan pertengkaran kecil kita untuk tiga minggu ke depan? Tidak!”, jawab Rizki, ringan tanpa beban.

Diam menaungi mereka, lagi. Kepulan asap dari rokok masing-masing yang menjadi juru cerita dalam diam.

 “Kita pulang sekarang saja kalau begitu. Ini sudah terlalu sore”, ujar Rizki, beranjak setelah meletakkan puntung rokok sekenanya pada asbak yang terletak di meja teras bawah mereka.

“Really, you never think how this situation will be?”, gumam Elise sekali lagi. Beranjak namun pandangan matanya masih pada lembah kebun teh yang padahal sedang indah ditimpa cahaya senja.

Elise membuang nafas. Menutup jendela di depan mereka, lalu memeluk Rizki, erat.

“Aku tak mampu kalau harus menjanjikanmu dunia yang lebih besar dari dunia kecil yang kita miliki sekarang ini. Jika kita bisa sama-sama merasakan bahagia meski dengan keadaan seperti ini, kenapa kau harus terus-terusan terbebani dengan pikiran itu?”, bisik Rizki, mengusap punggung Elise dengan tangan kanan sementara tangan kiri mengelus lembut rambut ikalnya di pelukannya itu.

Elise tak menjawabnya. Hanya mempererat pelukannya tanpa tahu harus berkata apa.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co