GenPI.co - Aku melihat betapa terkaca-kaca matanya, ingin sekali aku menarik kembali semua perkataanku, tapi gengsi sudah begitu menguasai. Hari berganti hari, Bulan berganti bulan, tak terasa aku sudah setahun di Belanda, aku sepertinya begitu menikmati studiku di sini.
Setiap hari Rendi selalu mengirimiku pesan, tapi tak pernah ada yang aku balas.
Aku selalu menghindari online ketika dia sedang online, aku begitu enggan kepadanya. Aku semakin melupakannya ketika Bryan mencuri hatiku, dia begitu hangat dan manis tak seperti Rendi.
Bryan, memberikan apa yang selama ini aku impikan, bunga mawar, cokelat, dan genggaman tangan ketika bertemu, dia selalu menatap mataku ketika berbicara, aku begitu mencintai Bryan.
Setelah kuliahku beres, aku dan Bryan pun sepakat untuk bertunangan dan keluargaku pun menyetujui walaupun tadinya Ibu tak menyetujui karena Ibu menyangka Bryan adalah bule.
Bryan adalah orang Indonesia asli, hanya namanya memang seperti artis hollywood. Kedatanganku ke Indonesia untuk tunangan pun diam-diam, tak memberi tahu siapapun kecuali keluargaku, aku takut Rendi menemuiku.
Aku melupakan komitmen “break”, aku lupakan semuanya, aku menyangka ah pasti Rendi juga sudah lupa. Tak ada Rendi, Tak ada lagi janji aku pun memutuskan untuk semakin komitmen dengan Bryan, Bryan menikah denganku tak lama setelah pertunangan kami.
Lima tahun sudah, aku menjalani hidup dengan Bryan, dan kami menetap tinggal di Belanda. Hidupku terasa bahagia mempunyai suami seperti Bryan.
Namun…
Kehidupanku seakan kacau, seperti digulung ombak, dadaku begitu sesak ketika aku harus kembali lagi ke Indonesia untuk acara pernikahan adikku.
“Kakak, tanggal tujuh bulan Maret aku mau nikah!”
“Ha? Serius dek”
“Asli… Tahu ga aku nikah sama siapa?”
“Sama laki-laki kan?”
“Ya iyalah, hehehe”
“Siapa-siapa?”
“Masih inget Andra ga?”
“Andra?”
“Iya, adiknya Rendi hehehe, ga nyangka ya dia mau jadi suami aku, kita kenalan cuma seminggu terus Andra ngajak nikah, kakak-kakaknya ga jadi, eh malah adek-adeknya yang jadi ya Kak?”
________________
Setibanya di Indonesia..
Aku pun terduduk masih dengan melamun, ketakutanku disini adalah ketika aku harus bertemu Rendi, aku mendatangi adikku. Aku menata bunga, di kursi pengantin.
Tiba-tiba, aku merasa ada sosok yang sedang memperhatikanku. Aku pun kemudian menghadapkan badanku menuju arah pintu, dan dia adalah apa yang selama ini aku takutkan, Rendi ada dihadapanku lagi, dia tersenyum dan berjalan ke arahku.
“Halo, Erika!”
“Hai” aku menjawab dengan gugup
“Tenang saja, aku tidak akan menggigit, walaupun aku sudah kamu permainkan”
Aku hanya diam, tersenyum kecut dan tak berani menatap matanya.
“Maafkan aku, Rendi!”
“Hehehe, harusnya aku yang minta maaf. Aku terlalu memperlakukanmu berlebihan, tak pernah ingin aku menyentuhmu, tak pernah aku memelukmu, aku takut akan menodai nilai-nilai kehormatanmu, maafkan aku!”
Aku begitu teramat malu, dan menunduk diam. Ternyata, selama ini aku begitu salah menilainya, aku pikir dia tak pernah mencintaiku, aku pikir dia tak pernah perlakukan aku secara istimewa, ternyata aku yang terlalu cepat menilai.
“Selama, delapan tahun aku bersamamu! Aku bahagia Erika, kamu selalu berikan aku pelajaran akan hidup, ya walaupun buat sakit hati”
“Rendi…”
“Lucu ya! Besok, kamu berkebaya dan aku berjas rapi tapi bukan kita yang saling mengikat janji, malah Andra dan Resti yang mengikat janji dengan utuh”
“Hehehehe, iya! Kamu masih sendiri?”
“Ya iyalah, kan kata kamu aku harus nunggu kamu, ya udah aku tunggu”
“Rendi, aku ga bisa kamu tunggu! Aku udah menikah!” wajahku memucat dan salah tingkah
“Hehehehehe bercanda! Tenang saja Nyonya, aku ga akan ganggu istri orang kok, ya doakan saja biar aku cepet-cepet nemu”
Aku hanya mengangguk dan kemudian merasa tenang, ternyata Rendi memang tak seseram yang aku bayangkan ketika bertemu denganku lagi, aku pun mengakhiri pertemuanku dengan Rendi, aku tak mau lama-lama berbincang-bincang dengannya.
Keesokan, harinya Andra dan Resti menikah, aku dan Rendi saling senyum saat saling bertatapan. Tak lama kemudian, kulihat Bryan sedang bercakap-cakap dengan Rendi, aku begitu terkejut dan was-was apa yang sedang mereka ceritakan.
Tapi, tak ada tanda-tanda mereka berdebat, mereka saling tertawa lepas. Setelah itu, Bryan mendatangiku dan memberikan senyuman hangatnya untukku.
“Jangan main-main sama janji lagi ya sayang”(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News