GenPI.co - Namaku Nina. Aku tinggal bersama kakak kandung dan kakak iparku. Di rumah mereka juga ada keponakanku.
Aku mahasiswi yang tengah menyelesaikan tugas akhir di salah satu kampus di Jakarta.
Hubunganku dengan keluarga kakakku sangat baik. Nyaris tidak ada konflik besar di antara kami.
Kalaupun ada konflik, biasanya hanya hal-hal kecil. Semuanya bisa kami selesaikan dengan baik.
Kakak iparku bernama Aldo. Umurnya sekitar 32 tahun. Dia bekerja sebagai karyawan swasta.
Orangnya sangat baik. Dia juga kebapakan. Kak Aldo benar-benar family man.
Dia tidak hanya bertanggung jawab terhadap keluarganya, tetapi juga sangat perhatian kepadaku.
Aku merasa sudah seperti adik kandungnya. Aku pun berusaha membayar kepercayaan keluarga kakakku.
Aku kuliah dengan baik. Aku juga pernah menyambi bekerja paruh waktu (part time).
Satu hal yang selalu aku ingat dari Kak Aldo ialah kebaikannya kepadaku.
Suatu ketika aku pernah masuk angin. Saat itu aku benar-benar tepar. Tugas kampus sangat banyak.
Aku juga harus bekerja. Tenagaku habis. Kak Aldo selalu menasihatiku agar tidak memforsir tenaga.
“Nggak baik terlalu ngoyo,” kata Kak Aldo.
Kakak kandungku, Santi, juga menasihatiku. Dia memintaku tidak berlebihan.
“Nggak apa-apa. Cuma masalah manajemen waktu aja, kok,” ujarku.
Saat itu badanku sangat mengigigil. Sepertinya aku tifus. Kak Aldo membelikanku obat.
Dia juga mau mengantarku ke dokter. Namun, aku menolak semua ajakan Kak Aldo.
“Dia nggak bakal mau dibujuk. Tunggu aja sampai sadar sendiri,” kata Kak Santi.
Kak Santi sangat hafal tabiatku. Dia tidak mau lagi memaksaku ke dokter.
Kak Aldo menuruti ucapan kakakku. Dia tidak lagi menyuruhku ke dokter.
Namun, Kak Aldo terus memberikan perhatian besar kepadaku. Dia sering menyiapkan makanan untukku saat Kak Santi tidak di rumah.
Ada satu kejutan besar dari Kak Aldo yang membuatku sangat kaget sekaligus tak akan kulupakan.
Malam itu Kak Aldo membuatkan jahe hangat. Dia juga sengaja membelikan kue untukku.
Kak Aldo juga membelikanku bubur ayam. Selain itu, Kak Aldo juga memijat kakiku.
Kak Santi juga ikut-ikutan memijat kakiku. Keponakanku sedang menggambar di samping kasurku.
“Bagaimana rasa jahenya?”
“Enak,”
“Kuenya”
“Nikmat,”
Setelah beberapa hari bergulat dengan badan nan panas, aku mulai membaik. Badanku mulai adem. Tidak berselang lama badanku fit lagi. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News