GenPI.co - Tidak selamanya hubungan dengan kakak angkat berjalan buruk. Kisahku, misalnya.
Namaku Nikita. Aku mahasiswi tingkat akhir yang sedang sibuk mengerjakan skripsi.
Setiap hari aku merasa sangat kelelahan karena tugas-tugasku tidak kunjung usai.
Namun, keluargaku selalu mendukung agar studiku cepat selesai. Aku tinggal bersama ayah, ibu, dan kakak angkat.
Dia ialah Vicky. Walaupun dia anak angkat, kami sangat menyayanginya. Saat ini Vicky sudah bekerja.
"Niki, masih ngerjain skripsi?" ujar Vicky saat masuk kamarku.
Dia langsung membantingkan badannya ke kasur. Kamarku seolah sudah menjadi ruang miliknya.
Vicky biasa tidur di kamarku ketika aku tidak di rumah. Dia mengakui kamarku sangat nyaman.
"Masih. Kenapa?"
"Enggak. Aku cuma mau pinjam novel. Bete di kamar,”
Vicky bangkit, lalu menuju rak buku di pojok kamarku. Dia mengambil dua novel, lalu kembali rebahan di kasur.
Aku terus memandang layar laptop. Untaian-untaian kata di layar laptop membuatku merasa jenuh.
Aku memutar lagu, lalu meminum kopi. Vicky masih tenggelam dalam novel yang dibacanya.
“Masih banyak tugasnya?” tanya Vicky.
“Banget. Ini aja nggak kelar-kelar,” jawabku tanpa berpaling.
“Sini aku bantuin,”
“Nggak usah. Kamu tidur aja sana,”
Vicky kembali membaca novel. Aku terus mengerjakan tugas-tugasku. Mataku sudah lelah.
Rasanya perih. Namun, aku bertahan. Aku ingin segera lulus. Sesekali aku memijat pelipis kepalaku.
Vicky sesekali menatapku, tetapi tidak berkomentar apa pun. Dia masih asyik membaca buku.
Dia tiba-tiba bangkit, lalu mendekatiku. Vicky mengusap kepalaku. Dia lantas mendekatkan kepalanya ke layar laptopku.
“Banyak tiponya itu,”
Vicky menunjuk beberapa kata yang tipo. Aku buru-buru membetulkannya.
“Itu kepotong kalimatnya,”
Vicky mengarahkan telunjuknya ke kalimat yang salah. Aku kembali membetulkannya.
“Mandi aja sana. Udah nggak fokus gitu,”
“Ntar, deh. Kelarin dulu,”
“Ya, udah. Sini aku pijat aja kepalanya,”
“Nah. Itu baru mau,”
Aku langsung bangkit, lalu membantingkan tubuh ke kasur. Aku dan Vicky memang sudah sering saling memijat.
Namun, dia lebih suka diinjak-injak punggungnya daripada dipijat. Katanya, tenagaku terlalu lemah sehingga pijatanku tidak terasa.
Vicky mulai memijatku. Seperti biasanya, dia selalu menyelipkan kejahilannya.
Vicky sesekali mencubit, bukan memijat. Namun, harus kuakui pijatan Vicky memang top.
Badanku terasa enak banget. Tiba-tiba Vicky menghentikan pijatannya setelah sepuluh menit.
Dia bangkit, lalu mengambil uang di atas mejaku. Setelah itu dia pergi begitu saja.
“Buat beli bakso. Itung-itung tadi biaya servis,” Vicky memasukkan uangku ke sakunya.
Aku membiarkannya. Vicky memang sering melakukannya. Aku menganggapnya biasa saja. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News