Pendakian Horor, Suara Gamelan Itu Terdengar Jelas di Depan Tenda

07 November 2021 14:50

GenPI.co - Kami tak pernah menyangka, pendakian ke Gunung Lawu ini akan jadi yang paling diingat selamanya.

Suasana horor di malam itu masih sering terngiang hingga hari ini. Aku mendaki bertiga dengan teman-temanku pada akhir tahun 2019.

Cerita ini terjadi di pos Bulak Peperangan. Ya, aku dan rombonganku mendaki Lawu via Candi Cetho.

BACA JUGA:  Pacar Deddy Corbuzier Mendadak Muntah, Sebut Halloween Terhoror

Kami sampai di pos ini pukul 18.00 WIB. Awalnya, kami ingin istirahat sebentar sembari menunggu waktu Maghrib selesai. Sebab, tak elok masih berkegiatan di tengah adzan Maghrib.

Namun, mendadak cuaca berangin dan tak berselang lama hujan turun. Maklum, bulan Desember cuaca memang sedang tak menentu.

BACA JUGA:  Merinding! Kisah Horor Prilly Latuconsina Berlanjut di Danur 4

Dengan secepat kilat, kami mencoba mendirikan tenda. Tenda pun berdiri dan beberapa benda-benda penting terselamatkan dari air hujan.

Sayangnya, baju kami sedikit basah. Kami lantas masuk ke tenda dan membuat makanan hangat.

Suasana di sini benar-benar sepi. Hanya beberapa orang saja yang mendaki bersamaan, tetapi sepertinya mereka mendirikan tenda di pos yang lain.

Di pos ini hanya ada empat tenda saja di tengah sabana yang cukup luas.

Kami pun memutuskan tidur lebih cepat agar besok bisa mendaki lebih pagi.

Namun, tidur dengan pakaian sedikit basah membuat badanku tak enak, aku sering terbangun sendiri karena begitu dingin.

Di saat terbangun inilah, aku mendengar hal yang tak ingin aku dengar lagi.

Tiba-tiba ada suara langkah kaki di depan tenda kami. Awalnya aku menyangka ada pendaki lain yang baru sampai.

Aku sedikit bangun dan ingin menyapa, tetapi mataku kemudian terbelalak saat menyadari suara kaki itu tanpa ditemani sorot senter.

"Tidak mungkin ada pendaki berjalan di malam hari tanpa senter," pikirku.

Pikiranku pun kalut. Samar-samar langkah kaki itu tampak berhenti dan disusul suara gamelan.

Badanku gemetaran. Aku tak berani bergerak karena batinku merasa sedang diawasi.

Hujan mendadak turun lagi. Suara gamelan itu masih ada dan menemani selama 7 menitan.

Kini suara misterius itu terus mengecil sejalan dengan hujan yang mulai reda.

Lalu, derap kaki melangkah terdengar lagi, kali ini suara itu terlihat menjauh.

Aku mulai lega hingga tiba-tiba pundakku di tepuk oleh tangan. Aku pun menjerit.

"Ssssttt tenang, ini gue," kata teman pendakianku, dia juga terbangun.

Kami hanya bertatap-tatapan, lalu mengangguk.

Kami memutuskan tidur lagi dan esoknya memutuskan untuk tidak jadi muncak.

Dalam pendakian, tak elok menceritakan kisah horor di dalam tempatnya.

Saat turun di basecamp, aku baru bercerita panjang lebar. Ternyata, tak ada satu pun temanku yang percaya. Mereka mengaku tidur pulas.

Lalu, siapakah yang menepuk pundakku?.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Landy Primasiwi Reporter: Chelsea Venda

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co