3 Kali Memaksa Aborsi, Kekasihku Tega Menikahi Wanita Lain

05 Desember 2021 20:30

GenPI.co - Memilki romansa cinta bak fairytale adalah impian semu yang kini terasa bias bagiku. Seorang perempuan pra dewasa yang harus menelan pil pahit terbuai dengan bujuk rayu pria bengis.

Kejadian tahun 2015 tentu tak pernah kuhapus dalam ingatan, tetapi tak juga kusimpan dalam manisnya kenangan. Masa kelam dimulainya kisah cintaku dengan pasangan.

Namanya Jordan, seorang pria tampan yang dielu-elukan mahasiswi baru di kampusku. Sosok kakak tingkat yang dikagumi karena gaya komunikasinya yang memikat.

BACA JUGA:  Akibat Suami Jarang Pulang, Aku Rajin ke Rumah Bapak Mertua

Tak ada satu pun wanita yang tak mendambakan menjadi kekasih pria tinggi semampai dengan badan atletis dan kulit sawo matang ini. Apalagi dia juga sangat aktif di berbagai organisasi. Belum lagi kepiawaiannya memainkan sejumlah alat musik.

Aku, yang kata teman-temanku memiliki paras cantik, tinggi 170cm dan lumayan pintar ini tentu cukup percaya diri untuk mendapatkan lirikan dari sang bintang kampus ini.

BACA JUGA:  Dinginnya Sikap Suami, Membuat Mertuaku Ingin Menghangatkanku

Singkat cerita, aku saat itu mendaftar UKM Retorika di kampus. Tempat di mana diisi oleh penikmat sastra dan tentunya Jordan sering mengisi materi di situ.

Pertemuan pertama kami, terjadi di taman kampus. Sore hari, cuaca cukup teduh dan dingin. Cocok untuk menangkap materi agar masuk ke otak.

BACA JUGA:  Azab Memutar Musik Saat Azan Magrib, Aku Didatangi 5 Tamu Gaib

Alih-alih menangkap materi, aku pun malah salah fokus dengan tampannya paras Jordan.

“Dahlia..” sapanya memanggil namaku di ujung bibirnya yang merah muda.

“hey… hey… iya kak iya kak,” sahut teman-temanku yang ada di sebelahku. Maklum di dalam pertemuan itu ada kami berempat mahasiswi baru.

“Menurutmu, bagaimana cara seorang mahasiswi baru memgenalkan dirinya di depan dosen yang proper?,” tanyanya

“Halo siang pak, nama saya Dahlia 18 tahun lulusan terbaik dari SMA Tunas Bangsa,” jawabku

Jordan pun tertawa kecut diikuti dengan sahutan teman-teman yang tampak meledek jawabanku.

Seperti memang jawabanku tak memberi kesan apapun. Hingga, Jordan pun memberikan kartu namanya untuk agar bisa konsultasi personal dengannya. Ini memang berkat.

Sampai kamar kost, aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menghubunginya. Satu pesan whatsapp terkirim.

“Malam kak Jordan, ini nomor Dahlia tolong di simpan yah,” pesanku.

“Hai… Iya Dahlia,” balasnya setelah 5 menit.

Seperti namaku, hatiku pun mendadak bermekaran seperti bunga dahlia begitu membaca balasan darinya.

Sejak malam itu, esok dan seterusnya aku mulau intens berkomunikasi lewat chat ataupun terkadang bertemu di kampus.

Aku sering stalking media sosial miliknya. Agak lega, belum ada tanda dia memiliki seorang kekasih. Hanya foto satu wanita di sana terpajang berdua. Mamanya yang cantik.

Suatu malam, aku mendapat pesan dari Jordan.

“Dahlia, mau makan malam apa?,” tanyanya.

“Sudah makan aku kak hehe,” balasku.

“Ohyaa?? yah batal dong ngajak kamu diskusi sambil makan pisang goreng di kafe Sultan,” ajaknya.

“Oh.. kalau kakak minta temenin, ayok aja. Paling kupesan cokelat panas aja,” jawabku.

Malam itu begitu indah. Itu pertemuanku berdua yang ke 5 dengan Jordan. Sebelumnya kami pernah bertemu di studio kampus, kost Putra Wijaya, dan paling sering di kafe Sultan.

Konsep kafe Sultan memang cocok untuk pasangan yang sedang PDKT. Termasuk aku dan Jordan. Di pertemuan ke 5 dia menyatakan cinta kepadaku. Aku menerima dengan bahagia.

Seminggu setelah menjalani pacaran, aku dan dia selalu terlihat mesra di dalam dan luar kampus. Semuanya sudah tau hubunganku dengannnya. Bahkan orang menjuluki kami pasangan Bintang dan Kejora. Bersinar terang tak pernah redup walau di kegelapan malam.

Aku rela pindah kost yang lebih terbuka untuk tamu lawan jenis masuk. Dia pun begitu.

Sudah tak terhitung Jordan bertandang ke kamar. Diskusi soal kehidupan, politik, isu panas, berlanjut bermain gitar, dia bernyanyi dan mengarang lagu indah untukku.

Terkadang memintaku untuk buat mie instan dan teh hangat. Terkadang saat dia lelah dengan tugas arsitekturnya, ia pun meminta aku untuk pijat dan kerokan.

Dia adalah kekasih idaman. Tanpanya, aku hampa.

Beberapa kali kami memadu kasih, di kamar kost, hotel, hingga rumah seorang sahabat. Entah sudah berapa kali, ku sampai lupa.

“Sayang… dilepas saja jika sudah klimaks,” pintaku.

Ucapan itu, sering kuucapkan saat aku dan dia sedang melakukannya. Tapi aku percaya, apapun keadaannya, Jordan tentu tak pernah menodai kisah cinta murni ini. Apalagi sampai meninggalkanku.

Iya, aku hamil. Sudah 4 minggu. Sikap Jordan berubah, dia membawanku obat-obatan yang diklaim sebagai pengugur kandungan.

“Sayang.. aku tidak mau ini semua,” tegasku.

“Terus maumu apa?? Kita sama-sama masih muda. Aku gak siap menikah, apalagi punya anak,” jawabnya kasar.

Kali ini, dengan rasa terintimidasi dan ketakutan mendalam aku pun melakukan aborsi obat. Perasaanku sama dengannya. Aku tak siap.

Minggu-minggu setelah itu, kami sempat berlibur ke Bali. Seperti biasa kami berdua memilih vila di Ubud, tempat romantis untuk menghabiskan malam-malam bersama.

Kecupan manja, suara rintihan, dan hembusan nafas lembut darinya selalu membuatku tak kapok melakukannya.

Aku dibawa ke dalam suasana mirip bulan madu. Berbagai variasi kami sudah mencoba. Meskipun konyol tapi aku nikmati.

Dia pintar memanjakanku dengan pesonanya yang tiada dua. Saat kami sama-sama tak berbusana, kami larut dalam ikatan cinta yang membuat akal sehat melayang.

Setelah moment itu, aku berbadan dua. Kali ini sudah 6 minggu. Lumayan terasa mualnya.

Kali ini kami pergi ke ahli terapi praktek aborsi di pinggiran kota Surabaya.

“Sayangg, sakiitttt,” teriakku sambil memegang tangan pacarku dan dibantu seorang pelayan jasa.

Tahun 2017, adalah tahun kedua kami menjalin hubungan. Dia sudah di tahap akhir perkuliahan, Aku hendak memasuki program magang.

Hubungan kami sedikit renggang. Makin jauh setelah Jordan izin ke Bandung untuk mengerjakan usaha keluarga di sana.

Whatsapp tak pernah di balas, telfon jarang diangkat, apalagi email. Aku stres, saat aku tahu aku mengandung buah hati kita lagi.

Aku depresi, kalut dan ingin ku akhiri hidup ini. Semua usaha sudah kulakukan termasuk meminta sahabatnya buat menghubungi Jordan.

“Ke tempat terapi saja ya, gugurin lagi,” isi tulisan chat Jordan ke Dava sahabatnya.

Aku hancur se hancurnya… Pria itu sungguh bengis. Rupanya, semua akses media sosial milikku telah di blok sama kekasihku.

Aku tak mau bunuh bayi ini. Dengan tenaga seadanya, aku pergi ke Bandung.

Di perjalanan, Dava memintaku untuk membuka Whatsapp.

“Dahlia yang kuat yaaa… Dia gak layak kamu miliki. Kamu terlalu suci untuk dimiliki laki-laki kotor,” tulis Dava sembari mengirim foto Jordan bersanding di pelaminan bersama seorang wanita.

Jangan tanya perasaanku saat itu. Kejadian tragis itu sudah kukubur dalam-dalam. Aku ikhlas.

Tuhan menunjukkan jalan lewat Haidar. Sosok pria manis, bertanggung jawab, seorang pengusaha property yang jago ngaji. Dia lah suamiku.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co