Bunyi Gamelan dan Pendaki Tanpa Wajah Mengikutiku Naik Gunung

24 Desember 2021 19:45

GenPI.co - Cerita horor kali ini datang dari pemuda yang suka naik gunung. Angga, pria 21 tahun salah satu mahasiswa di Universitas swasta di Jakarta.

Libur awal semester tahun 2018 menjadi kenangan menyeramkan bagi Angga bersama dua temannya, Iwang dan Dian.

Ketiganya memutuskan untuk mendaki salah satu gunung terkenal di Jawa Barat, dekat dengan Jakarta.

BACA JUGA:  Cerita Horor: Kuntilanak Kampus Mengikuti Aku Pulang ke Kos 

Angga dan temannya menuju kaki gunung tersebut menggunakan sepeda motor. Berangkat malam hari karena harus sampai sebelum subuh.

Hal itu dilakukan karena ketiganya tidak mendapat izin secara resmi dari pihak gunung.

BACA JUGA:  Cerita Horor: Pocong Berwajah Hancur Jadi Teman Tidurku

Angga lantas memutuskan menggunakan jasa calo untuk melancarkan aksinya naik gunung lewat jalur terlarang.

"Sudah, jangan ada yang berdebat lagi. Kita sama-sama berdoa agar selamat dan aman dari petugas yang berjaga," ujar Angga.

BACA JUGA:  Kuntilanak Merah Merintih di Meja Dapur, Bayangannya Mengikutiku

Iwang dan Dian pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena keduanya terjebak pada situasi yang harus naik gunung.

Ketiga pemuda itu lantas berangkat sejak pukul 03.00 WIB dini hari. Itu merupakan perjanjian awal dengan calo agar aman dari pemeriksaan petugas.

Satu jam perjalanan, ketiganya memutuskan untuk istirahat karena kurang tidur sejak semalam.

Suara serangga pada gelapnya hari mengantarkan ketiganya lelap tidur di jalan menuju pos selanjutnya.

Setelah cukup istirahat, Dian mengingatkan temannya agar melanjutkan perjalanan.

Singkat cerita, kegitanya pun hampir sampai di puncak gunung.

Namun, karena sudah magrib sekitar pukul 18.30 WIB, langit sudah gelap. Mereka pun berhenti untuk membangun tenda di jalan menuju puncak.

Malam itu, kegiatan mereka layaknya pendaki pada umumnya, yaitu masak untuk keperluan makan.

Tidak ada yang aneh ketika memasak hingga pukul 21.00 WIB. Mereka semua ingin tidur cepat karena berencana untuk naik ke puncak pada pukul 02.00 WIB.

Sebelum terlelap, Dian merajuk kepada Iwa g karena ingin buang air kecil.

"Buruan, ya, kalau enggak, gue tinggal," teriak Iwang.

"Iya, sebentar ini," sahut Dian.

Malam itu cukup tenang karena pendaki tidak begitu banyak. Maklum mereka naik bukan pada akhir pekan.

"Kok, sepi banget, ya. Enggak ada pendaki yang lain?" tanya Angga.

"Iya, biarkan saja. Jadi, enak, kan, kalau sepi," sahut Iwang.

Mereka pun mendadak berhenti berbincang karena mendengar ada sesuatu yang aneh di bawah.

Ya, mereka kompak mendengar suara gamelan khas Jawa, padahal sedang mendaki di tanah sunda.

"Kalian dengar itu, kan?" kata Dian.

"Sssttt... sudah lah, yuk, kita tidur saja," ujar Angga.

Mereka enggan melanjutkan perbincangan dan lanjut untuk tidur.

Selang beberapa menit, tiba-tiba ada suara pendaki lain yang bergerak ke atas melewati tenda.

Iwang yang mencoba menegur pendaki itu mendadak diam tanpa kata.

Menurut Iwang, rombongan pendaki itu cukup aneh karena seperti tidak memiliki tatapan manusia.

"Kenapa tadi gue tegur, ya, ah, sial. Sudah balik tidur saja," gumam Iwang.

Setelah pagi hari, Iwang menceritakan bahwa ada tiga pendaki yang semalam ditegurnya.

Namun, ketiganya tidak beraksi apa pun bahkan tampak kosong melihat ke bawah.

Mereka pun akhirnya melanjutkan perjalanan ke puncak dengan rasa penasaran soal siapa ketiga pendaki itu.

Akan tetapi, mereka tidak melihat siapa pun di atas, bahkan tidak ada jejak adanya kehidupan.

Setelah kejadian itu, rasa takut pun menyelimuti mereka dengan wajah yang pucat.

Mereka berpikir apakah itu karma karena naik tanpa izin yang jelas. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co