GenPI.co - Namaku Rahel, seorang siswi kelas 11 SMA swasta di Jakarta. Aku baru saja jadian dengan Eben yang sering aku panggil "Mas".
Singkat cerita, Mas mengajakku untuk ngedate malam mingguan. Aku, sih, iya-iya saja.
Kami memang sudah dekat di sekolah. Mas adalah kakak tingkat aku.
Pada saat kami sampai di kedai kopi itu, si Mas tiba-tiba izin ke toilet.
"Kamu pesan duluan saja. Aku ke kamar kecil," ujar Mas kepadaku.
"Jangan lama-lama, ya. Nanti gue ditinggal," sahutku sambil melontarkan candaan.
Dia pun pergi meninggalkanku untuk ke toilet sambil tersenyum.
Aku nggak menyangka sebenarnya kejadian malam itu.
Aku juga tidak menduga kalau Mas ingin menembakku saat itu.
Ternyata, Mas sudah ada di atas panggung. Memang di kedai kopi itu menyediakan akustikan.
"Teruntuk meja nomor 9. Aku mau membawakan lagu spesial untukmu," kata Mas dari panggung.
Aku lantas bingung. Sementar mejaku bernomor 14.
"Mas salah nomor atau bagaimana, ya," ucapku dalam hati sambil sedih.
Aku hanya mendengarkan Mas bernyanyi dengan penuh penghayatan.
Tiba-tiba, Mas menyatakan perasaannya.
"Sekali lagi, saya mau mengundang mena nomor 9 untuk maju ke atas panggung," tuturnya.
Sementara itu, meja nomor 9 yang dari tadi diucapkannya ternyata kosong. Si Mas pun bingung karena aku tak kunjung maju.
"Halo, kamu Rahel," tegasnya.
Aku pun kebingungan. Aku akhirnya maju dengan perasaan campur aduk.
"Mas, kamu salah kamar. Aku di nomor 14, loh," kataku sambil tidak kuasa nahan tertawa.
Dia pun terlihat malu. Namun, Mas memilih cuek saja nampaknya.
"Rahel, di depan banyak mata aku ingin menjadikanmu sebagai perempuanku. Maukah kamu menjadi kekasihku?," tanyanya dengan kalimat romantis.
Keringat di kepalaku tiba-tiba jatuh. Menandakan perasaanku tengah bergejolak antara senang dan malu.
Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk mengiyakan perasaannya. Sejak malam itu, kami berdua jadian. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News