Belajar Makna Syukur dari Kisah Pemulung, Sungguh Menyayat Hati!

07 April 2022 08:10

GenPI.co - Perkenalkan namaku Dika Maulana. Aku berusia 27 tahun.

Aku adalah pekerja di salah satu perusahaan di kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

Dahulu aku adalah seorang yang sangat memilih dalam hal makanan. 

BACA JUGA:  Besar dan Kokoh, Tongkat Milik Menantu Membuatku Berbinar-binar

Bahkan, sering kali aku menyisakan makanan gara-gara menunya tidak sesuai dengan seleraku.

Namun, aku telah berubah dan kini segala makanan aku makan tanpa tersisa.

BACA JUGA:  Gelisah di Rumah Mertua, Aku Dibikin Nyaman sama Kakak Ipar

Semua itu bermula pada 2 tahun yang lalu, tepatnya saat Ramadan.

Saat itu aku sedang buka bersama (bukber) dengan rekan kerjaku tak jauh dari kantorku di kawasan SCBD.

Memang rekan kerjaku sudah lama telah mengetahui bahwa diriku adalah orang yang pemilih dalam hal makanan.

Oleh karena itu, mereka berusaha untuk mengadakan bukber di restoran yang makanannya cocok denganku.

Pada saat itu aku memesan steak sapi dan spaghetti. Setelah aku coba, ternyata rasanya tidak masuk dengan seleraku.

Saat itu aku memutuskan untuk tidak memakannya dan pergi meninggalkan rekanku yang lain untuk merokok sebentar di luar.

Saat berada di luar, tepat di sebelahku ada seorang ibu-ibu yang berprofesi sebagai pemulung sedang berbicara dengan kedua anaknya.

Aku yang sedang merokok tak sengaja mendengar percakapan mereka.

"Nak, ini makan yang banyak supaya besok puasa kita lancar," ucap ibu tersebut sembari menyuapi kedua anaknya.

"Bu, ini telur dan tahunya enak banget. Besok-besok semoga kita bisa makan kayak begini lagi, ya," ujar salah satu anak tersebut.

"Insyaallah, Nak. Semoga Ibu bisa mendapatkan rezeki saat mengambil gelas plastik air mineral besok, mudah-mudahan terkumpul banyak," jawab Ibu tersebut.

Aku yang berada di dekat mereka, kemudian mencoba menghampiri.

"Bu, sedang apa?" tanyaku.

"Oh, ini kami sedang makan bareng, Mas. Ya, meski cuma dengan ini saja kami sudah bersyukur sekali, Mas," jawab Ibu tersebut.

Aku seketika terdiam, setelah melihat mereka makan dengan lahap tanpa tersisa sedikit pun dengan lauk yang sangat sederhana, yaitu tahu dan telur dadar.

Setelah itu, aku langsung menyadari sesuatu yang berharga tentang makanan.

Aku pun berpikir ternyata masih ada orang yang kesulitan untuk makan, sedangkan aku sering kali memilih dan membuang-buangnya.

Pada saat itu, setelah berbincang dengan Ibu tersebut, aku langsung mengajak dia dan kedua anaknya masuk ke dalam restoran tempat aku bukber untuk makan bersama-sama.

Sejak saat itu, aku tak pernah lagi menyisakan atau memilih makanan yang akan aku makan. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid Reporter: Ferry Budi Saputra

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co