GenPI.co - Kisah ini berawal dari acara pasar malam di dekat rumahku.
Saat itu warga satu kampung memadati pasar malam dan membuat suasana begitu ramai.
Di tengah keramaian, aku tak sengaja bertemu kamu.
Kamu sedang kebingungan karena tiba-tiba dompetmu hilang.
Pandanganmu menunduk ke bawah terus seolah mencari harapan yang mungkin ada.
Aku mendekatimu, lalu ikut membantu.
"Sebelum ini, kamu naik wahana apa?" kataku.
"Bianglala," jawabmu.
Aku mengajakmu menyusuri bianglala. Kami lantas bergerak ke kanan dan ke kiri area bianglala.
Tak ada jejak petunjuk sedikit pun.
Kamu mengernyitkan harapan lantas bersiap pergi ke polisi dan mengurus semua surat.
Namun, tiba-tiba petugas bianglala menghampiri kami.
"Lagi pada ngapain di sini?" kata dia.
"Cari dompet," jawabku.
Wajah petugas mendadak berubah. Dia sebelumnya menemukan dompet yang jatuh entah punya siapa.
Dia lantas mengambil dompet itu dan menyerahkan ke kami untuk mengeceknya.
Wajahmu berbinar. Kamu langsung berterima kasih kepada petugas itu.
"Ah, iya ini dompet saya. Alhamdulillah," katamu.
Aku ikut senang mendengarnya.
Misi telah selesai
Namun, kami masih belum saling kenal. Aneh, tetapi nyata.
Sudah dua jam kami bersama di pasar malam dan lupa berkenalan.
"Terima kasih sudah membantu. Aku Ine," katamu.
"Ine? Anaknya Bapak Supar?" kataku.
"Iya," jawabmu.
"Oh, kamu enggak ingat aku? Teman SD yang dahulu suka duduk di pojok kelas," tambahku.
Dia lantas mengingat-ingat kembali waktu-waktu itu.
"Ah, iya. Fajar, ya? Aku kira kamu di luar kota?" ucap Ine.
Kami mengobrol begitu hangat, seperti dua orang yang saling melepas rindu.
Setelah itu, kami lantas pulang bersama.
Dia membonceng motorku. Kami menyusuri jalan sambil terus mengobrol.
Sejak hari itu, kami menjadi dekat.
Setelah hari itu, semua malam-malamku diisi kebersamaan dengan Ine.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News