GenPI.co - Jika ada orang yang paling mengagumkan bagiku, dia adalah Ajeng. Bagiku, dia adalah wanita sempurna.
Terserah orang lain mau bilang apa. Aku juga tidak peduli. Peduli apa mereka semua tentangku?
Namaku Soni. Aku bekerja di Jakarta. Ajeng adalah teman kuliahku. Aku sudah memiliki rasa cinta kepadanya sejak kuliah.
Kami satu jurusan. Nasib seolah mempertemukan kami. Kami sama-sama merantau ke Jakarta.
Padahal, aku dan Ajeng berbeda kota. Aku asli Semarang. Ajeng asli Malang. Hidup memang terkadang membingungkan.
Satu hal yang sangat kukagumi dari Ajeng adalah kegigihannya. Dia anak tunggal. Ibunya sudah meninggal saat dia masih kecil.
Ajeng tidak biasa dimanja. Dia melakukan semuanya sendiri. Aku melihatnya langsung saat kuliah.
Dia mau melakukan apa pun untuk memenuhi kebutuhannya. Ajeng menjadi pedagang kaus. Dia pernah menjaga konter HP.
Ajeng juga pernah menjalani pekerjaan lain. Aku yang melihatnya saja capek. Apalagi Ajeng.
“Kamu kenapa cinta aku?” tanyaku kepada Ajeng.
Aku heran. Menurutku, Ajeng sangat cantik. Dia juga pintar. Aku justru tipe cowok lemot.
“Cinta, kan, kadang aneh,” jawab Ajeng.
Aku diam saja. Iya, sih. Aku juga merasakannya. Entah kenapa aku hanya mau sama Ajeng. Aku tidak ingin wanita lain.
Seumur hidupku, aku baru menjalani pacaran sangat lama cuma sama Ajeng. Selain dengan Ajeng, kisah cintaku bertahan seumur jagung.
“Hubungan kita mau ke mana?”
“Setahun lagi?” tanya Ajeng.
Aku mengangguk. Aku sudah memantapkan hatiku untuk Ajeng. Hatiku tidak akan diisi wanita lain. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News