GenPI.co - Pengalaman menyedihkan ini aku alami sekitar 3 tahun yang lalu. Saat itu, aku menjadi satu-satunya penghasil uang di keluargaku.
Aku bekerja di salah satu perusahaan swasta terbesar di Jakarta. Hal itu membuatku tak bisa mengurus urusan rumah dan anak-anakku.
BACA JUGA: Pergi Mancing Ikan, Pulang Bawa Janda
Ya, aku memiliki satu orang anak yang saat ini berusia 5 tahun. Aku pun menyewa pengasuh untuk mengurus rumah dan anakku.
Pengasuh yang menjaga anakku masih sangat muda. Namanya Rika, katanya, usianya baru 22 tahun.
Meski masih muda, Rika sangat rajin bekerja. Aku sangat puas dengan caranya menjaga anakku.
Aku memutuskan menyewa pengasuh juga karena Mas Soni, suamiku tak mau membantu pekerjaan di rumah. Padahal, dia sedang menganggur dan tak punya pekerjaan
"Mengurus anak itu urusan perempuan," katanya dulu.
Namun, kehadiran Rika di rumah justru membuat Mas Soni makin malas. Kerjanya hanya ngopi dan nonton televisi.
Aku pun jadi bosan melihat tingkah lakunya. Namun, aku tak berani untuk memarahinya.
"Mas, kamu nggak ada rencana untuk cari kerja?" tanyaku.
"Kamu nggak lihat? Aku lagi bikin kopi, ini kan juga lagi kerja," jawabnya sinis.
Mas Soni selalu menghindar saat membahas soal pekerjaan. Dia seakan lepas dari tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.
Suatu hari, aku menerima sebuah pesan dari Mas Soni. Namun, karena terlalu sibuk, aku baru sempat membuka pesannya saat pulang kerja.
"Besok kalau kesini, jangan lupa pakai dalaman merah ya," bunyi pesan Mas Soni.
Membaca pesan itu, aku sedikit curiga. Pasalnya, selama ini Mas Soni tak pernah mengirimkan sebuah pesan padaku.
Dari sini, aku sudah merasa ada yang tidak beres dengan Mas Soni. Setelah kejadian pesan ini, sikapnya juga mulai berubah.
Aku sering melihat Mas Soni memperhatikan tubuh mungil Rika. Padahal, tubuh Rika masih seksi tubuhku.
"Lihat apa sih?" tanyaku.
"Itu, lihat anak kita. Bisa anteng kalau sama Rika," jawab Mas Soni.
Mas Soni memang pandai mencari alasan. Padahal aku tahu, dia sedang memperhatikan Rika.
Namun, aku masih menghiraukan itu semua. Toh, aku pikir nggak mungkin Mas Soni suka sama pengasuh alias pembantu.
Hari pun berjalan seperti biasanya. Aku pun mulai bosan dengan aktivitas di kantor.
Pekerjaan terasa sangat banyak. Tubuhku pun juga merasa cepat lelah.
Singkat cerita, aku merasakan lelah yang sangat luar biasa saat bekerja. Aku pun memutuskan untuk pulang lebih awal.
Saat sampai di rumah, aku tak melihat seorang pun. Padahal, biasanya semua berkumpul di ruang tamu.
Saat naik ke lantai dua, perlahan aku mendengar suara decitan ranjang di kamarku. Perlahan, suara desahan perempuan juga mulai terdengar.
Sungguh betapa kagetnya aku saat melihat Mas Soni dan Rika sedang begituan di atas kasur. Aku pun langsung murka.
"Mas Soni, suami enggak tahu diri ya kamu!"
Saat mendengar suaraku, mereka langsung kebingungan mencari kain untuk menutupi tubuh. Mas Soni mencoba menjelaskan, Rika hanya diam.
"Enggak ada yang harus dijelaskan! " tegasku.
Aku pun langsung meninggalkan mereka. Aku menuju kamar anakku.
Sesampainya di depan kamar, aku pun tambah murka. Sebab, mereka mengurung anakku di kamar demi bisa begituan.
Sungguh, Mas Soni suami tak tahu diuntung. Selama ini jadi benalu, tapi tak tahu malu.
Setelah membuka kunci kamar, aku langsung memeluk erat tubuh anakku. Dengan penuh air mata, aku menghampiri Mas Soni.
"Pernikahan kita selesai, kamu bisa pergi dari rumahku," tegasku.
Mas Soni mencoba membujuk dan meminta maaf. Namun, maafku sudah habis untuknya.
Aku sudah tak bisa melihat ketulusan di dalam hati Mas Soni. Akun hanya bisa melihat bahwa Mas Soni adalah suami yang berkhianat.
"Rika, mulai hari ini kamu saya pecat," tegasku.
Mata Mas Soni terlihat pasrah melihat amarahku. Namun, aku tak sedikit pun kasihan melihatnya.
BACA JUGA: Si Gadun Tajir Buatku Gelap Mata, Oh.. Nikmatnya Duniawi
Ini sudah menjadi keputusanku. Lebih baik aku hidup berdua dengan anakku, daripada harus bersama laki-laki pengkhianat. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News