GenPI.co - Pernikahanku dengan Asraf sudah memasuki tahun kesepuluh.
Namun, orang tuanya masih belum bisa menerimaku sebagai menantunya, bahkan sampai dua anakku lahir.
BACA JUGA: Asam Manis Dalam Pernikahan Membuat Aku Bosan
Meskipun mertuaku tidak pernah menganggap pernikahan kami, aku tetap bersikap baik di depannya dan sering mengunjunginya.
Jika ada pertemuan keluarga, aku tak pernah absen. Aku selalu datang bersama anak dan suamiku.
Namun, aku selalu menjadi bahan perbandingan dengan menantunya yang lain.
Kalau sudah begitu, aku hanya bisa diam dan Kak Rani selalu menguatkanku. Rani ialah kakak Asraf yang selalu sabar dan peduli denganku.
“Sabar, ya, ibu dan bapak pasti berubah,” ucapnya.
BACA JUGA: Istri Selingkuh, Dimaafkan Tak Sudi Balik ke Suami, 4 Alasannya
Mendengar kata-kata dari Kak Rani aku pun merasa tenang. Dia juga selalu memberikan pertolongan di saat sedang kesusahan.
Walaupun suamiku bisa mencukupi segala kebutuhan rumah tangga aku tetap bekerja untuk membantunya. Selain itu, aku juga bisa tetap memiliki kesibukan.
Suatu saat aku ditugaskan di luar kota dan harus pisah keluarga. Mendengar hal itu, mertuaku murka dan menganggap aku lepas dari tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu.
Padahal aku dan suamiku sepakat untuk mengurus anak bersama.
BACA JUGA: 4 Alasan Suami Ogah Cerai Meski Tahu Istri Selingkuh
Anakku yang pertama tinggal bersama ayahnya karena dia harus melanjutkan sekolahnya, sedangkan yang kedua terpaksa aku ajak, karena dia masih membutuhkanku.
Selama lima bulan bertugas aku selalu meluangkan waktu untuk pulang ke Jakarta dua minggu sekali.
Namun, pada bulan ketujuh, aku terpaksa tidak pulang dua bulan karena pekerjaan di kantor belum bisa ditinggal.
Menjelang puasa aku memutuskan untuk pulang ke rumah, karena sudah kangen dengan suami dan anakku.
Tapi ada hal yang sangat mengejutkan ketika aku sampai di rumah. Mertuaku memintaku untuk cerai dengan Asraf.
BACA JUGA: Istri Selingkuh: Bukan Harta & Jabatan, Ini yang Diinginkan Cewek
Aku pun menolak permintaannya, sebab aku masih mencintai keluarga kecilku.
Tanpa mendengarkan sang mertua, aku meminta penjelasan dari suamiku tetapi tidak mendapatkan hasil. Dia malah memarahiku dan menganggap telah menelantarkan anak-anakku.
“Bukannya kita sudah sepakat sebelumnya?” tanyaku.
“Harusnya kamu tahu kewajibanmu sebagai seorang istri dan ibu,” tandasnya.
Pertengakaran itu pun makin memuncak ketika mertuaku mulai membandingkan aku dengan seorang wanita yang tak aku kenal. Menurut informasi yang aku dapat, dia adalah calon istri Asraf.
Akhirnya, aku hanya bisa pasrah dengan permintaan mertuaku dan aku pun menerima gugatan cerai dari suamiku. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News