Aku Puasa Ramadan di Jepang, Godaannya Berat saat Ngabuburit

14 April 2021 19:02

GenPI.co - Saat itu kali pertama aku menjalani puasa di Jepang. Aku masih ingat, waktu itu lagi musim panas.

Negeri Sakura ini benar-benar membuat badanku gerah. Oh, ya, perkenalkan dulu.

BACA JUGA: Kisah Mualaf: Aku Masuk Islam Setelah Kehilangan Arah

Namaku Sepriyanto dan saat ini sedang bekerja di sebuah perusahaan di Jepang.

Aku tidak pernah menyangka bisa berpuasa di negeri orang. Namun, ini benar-benar terjadi.

Puasa di Jepang saat musim panas benar-benar banyak godaan. Soal cuaca, musim panas di Jepang itu benar-benar panas, lo.

Suhunya bisa sampai 40 derajat. Tenggorokan sampai kering kalau sudah begitu.

"Muri, muri," begitu kata orang Jepang.

Muri artinya mustahil. Ya, seperti yang sudah aku ceritakan tadi, cuaca di sini bisa sampai 40 derajat.

Menjalani hari biasa dengan cuaca segitu saja sudah berat, apalagi ditambah puasa. Beratnya tentu jadi dobel.

Namun, karena momen puasa ini belum tentu bisa dijalani lagi tahun depan, aku dan kawan-kawan Indonesia di Jepang tetap melakoninya.

Di Negeri Sakura ini, aku mencoba mengadopsi beberapa budaya puasa di Indonesia. Salah satunya ialah ngabuburit

Di sini ada banyak taman indah yang asyik buat tempat nongkrong.

Aku pun mengajak kawan-kawanku ngabuburit bersama.

Namun, lagi-lagi suasana di Jepang menggoda puasaku. Aku baru sadar, di Jepang ini Islam menjadi minoritas.

Selain banyak orang yang makan di taman, hal yang paling cukup menggoda ialah pakaian orang-orang di Jepang.

Saat musim panas, mereka sering kali keluar dengan pakaian-pakaian minim, termasuk para perempuannya.

Tentu saja jika menggunakan pakaian tertutup akan gerah. Aku pun memakluminya dan tak menyalahkannya.

Perbedaan budaya ini makin membuatku sadar bahwa dunia ini berwarna.

Namun, kalian pasti tahu bagaimana rasanya di hadapanmu, di sampingmu, sampai di belakangmu adalah perempuan dengan baju minim. Duh.

"Ini batal enggak, ya. Dosa enggak, ya," dalam hatiku.

Hanya satu yang bisa aku lakukan, yakni menjaga pandangan.

Saat menjelang berbuka, kami lalu berjalan menuju ke salah satu restoran Indonesia di sana.

Kami pun biasa memesan rendang dan bakso. Dua makanan Indonesia yang menjadi favorit di sini.

BACA JUGA: Cerita Mualaf: Teman-temanku Selalu Meyakinkanku soal Islam

Mencicipi makanan Indonesia di negeri nun jauh membuat rasa syukurku bertambah kencang.

Kerinduan itu sedikit demi sedikit terobati. Ini pula yang ke depan menjadi kebiasaanku ketika sedang rindu dengan Indonesia.

Selama masih ada rendang, hidup sepertinya akan baik-baik saja.

(Sepriyanto, Jepang)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Chelsea Venda

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co