APBN 2023, Ekonom: Utamakan Skala Prioritas Belanja Pembangunan

16 Agustus 2022 20:25

GenPI.co - Perekonomian Indonesia memiliki tantangan yang tidak ringan dalam menghadapi kondisi ketidakpastian global yang masih tinggi pada tahun 2023. Indonesia masih memiliki sejumlah persoalan mendasar yang mesti diselesaikan terlebih dahulu.

Hal itu disampaikan Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza dalam merespons Pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2023 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam sidang bersama DPR dan DPR, di Jakarta 16 Agustus 2022.

Lebih lanjut, Handi menyampaikan bahwa, tema kebijakan fiskal yang diusung oleh Pemerintah pada tahun 2023 adalah “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”, memiliki tantangan yang tidak ringan, mengingat kita masih menghadapi tingginya ketidakpastian ekonomi global.

BACA JUGA:  Ekonomi RI Kebal Berbagai Tekanan, APBN hingga Februari Moncer

“Kita masih memiliki masalah struktural yang seringkali menghambat jalannya pembangunan, di antaranya: kualitas sumber daya manusia yang rendah; infrastruktur yang belum memadai; kurangnya produktivitas dan daya saing; birokrasi, institusi dan regulasi yang tidak efisien,” jelas Handi.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis tersebut menerangkan, target pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan sebesar 5,3%, akan sangat sulit untuk dicapai.

BACA JUGA:  Menhub Budi Karya Beber Transportasi IKN: Belum Ada Dalam APBN

“Perlu diingat kondisi bahwa pertumbuhan ekonomi hingga Triwulan II-2022 lebih banyak ditopang oleh terjadinya windfall akibat tingginya harga komoditas pangan dan energi di pasar Internasional.

Diperkirakan Windfall tersebut akan segera berakhir pada tahun 2023” Pemerintah harus bisa mempertahankan kinerja ekspor dan meningkatkan laju investasi dan tingkat konsumsi masyarakat untuk bisa mencapai target angka pertumbuhan tersebut.

BACA JUGA:  Syarat Pemda ke Pusat soal PPPK, Minta Sumbangan dari APBN

Handi memaparkan, bahwa Pemerintah dan BI perlu ekstra kerja keras dan waspada untuk menjaga laju inflasi yang akan terus meningkat, seiring dengan tingginya harga komoditas pangan dan energi dipasar Internasional.

“Target inflasi tahun 2023 sebesar 3,30 persen perlu dijaga secara ketat. Beban APBN dalam menjaga stabilitas harga energi dan pangan, akan berdampak terhadap anggaran subsidi dan kompensasi energi yang semakin meningkat”, lanjut Handi

Adapun penerimaan pajak tahun 2022 lebih banyak ditopang oleh tingginya harga komoditas di pasar Internasional.

“Begitu pula UU HPP yang diharapkan akan dapat melakukan optimalisasi pendapatan melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset, serta inovasi layanan, belum teruji hasilnya,” jelas Handi.

"Kebijakan spending better yang dijalankan belum sepenuhnya terlihat dalam belanja K/L selama ini. Bahkan belanja non-Prioritas Pemerintah jauh lebih besar dari belanja prioritas,” papar Handi.

Kembalinya angka defisit ke angka maksimal 3%, tentunya akan mempersempit ruang fiskal Pemerintah pada tahun 2023.

“Oleh sebab itu, untuk menjaga pencapaian target 3 persen tersebut, Pemerintah harus ketat menjaga kualitas belanja (spending better), terutama belanja-belanja yang selama ini tidak termasuk prioritas,” tutup Handi.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co