Bangka Culture Wave Rupanya Terilhami dari Ceng Beng

02 April 2019 16:04

GenPI.co - Ceng Beng adalah tradisi ziarah kubur warga Tionghoa ini. Deselenggarakan setiap 5 April, tradisi ini terus dilestarikan di Bangka. Setiap Ceng Beng, seluruh warga Bangka di perantauan akan kembali.

Momentum ini lalu dikembangkan hingga lahir Bangka Culture festival (BCW). BCW pun menjadi media ‘hiburan’ terbaik saat berada di kampung halaman.

Yusak, Humas BCW 2019 mengatakan, setiap Ceng Beng, Sungailiat juga Bangka selalu ramai. Selain melakukan beragam rangkaian tradisi jelang Ceng Beng, mereka bisa berkumpul di BCW 2019.

“Mereka bisa bertemu teman dan kolega lama. Kegembiraan juga dibagikan bersama para pengunjung lainnya,” ungkapYusak, Selasa (2/4).

Yusak menambahkan, keberagaman dan toleransi di Bangka Belitung memang sangat tinggi. Inilah fenomena menarik dari BCW dan Ceng Beng.

Hari Ceng Beng akan jatuh setiap 5 April. Sejarah menarik dimiliki tradisi Ceng Beng. Dengan daya tariknya, BCW 2019 menampilkannya konten Ceng Beng dari konsep Collosal Theatrical.

Saat Ceng Beng, keluarga Tionghoa biasanya datang ke makam leluhurnya. Mereka lalu membersihkan makam dan mensembahyanginya sembari membawa beragam buah, kue, hingga bunga.

Ceng Beng atau ziarah kubur ini kali pertama muncul pada era Dinasti Han (202 SM hingga 220 M). Tradisi ini familiar juga di zaman Dinasti Tang (618-907 M). Yang unik, setiap makam yang dibersihkan diberi tanda kertas.

“Sejarah panjang dimiliki Ceng Beng. Intinya, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur,” papar Yusak lagi.

Ceng Beng terus berkembang di era Dinasti Ming (1368-1644 M) dengan pendiri Zhu Yuan Zhang. Kaisar Zhu sangat menghormati orang tuanya. Zhu lalu memerintahkan warga membersihkan makam leluhur. Tidak lupa, makam yang sudah dibersihkan diletakan kertas kuning sebagai tanda.

Tradisi tersebut terawat Bangka dan Sungailiat.  Warga selalu membersihkan makam leluhur sebelum 5 April. Mereka membersihkan makam, mencuci dinding makam, hingga dicat ulang. Cat ulang ini yang utama untuk tulisan dalam makam. Warnanya identik merah sebagai simbol keberuntungan. Ada juga cat warna kuning sebagai simbol kemakmuran. Bila makam bersih baru disembahyangi pada 5 April.

Rangkaian panjang dimiliki tradisi Ceng Beng. Setelah pembersihan makam, ada sesaji yang wajib disiapkan. Ada 2 unsur yang disiapkan dalam sesaji, yaitu laut dan darat. Keduanya menggambarkan air dan tanah sebagai simbol kehidupan. Untuk sesaji unsur laut diantaranya, kepiting, udang, dan cumi-cumi. Warna darat diwakili oleh ayam dan buah jeruk.

Bila semua rangkaian dilewati, Ceng Beng masuk acara inti. Masyarakat Tionghoa di Bangka melakukan sembahyang Ceng Beng. Beragam doa dipanjatkan. Selain kebaikan bagi leluhur, doa kebahagiaan hidup pun ditebar bagi keluraga yang hidup.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co