GenPI.co - Amnesty International pada hari Jumat (20/8) menguak kebrutalan Taliban yang menyiksa dan membunuh anggota etnis minoritas di Afghanistan setelah baru-baru ini menyerbu desa mereka.
Hal ini memicu kekhawatiran bahwa mereka akan kembali memberlakukan aturan brutal di negeri yang baru direbut itu.
Kelompok hak asasi mengatakan bahwa para penelitinya berbicara dengan saksi mata di provinsi Ghazni.
Para saksi menceritakan bagaimana Taliban membunuh sembilan orang Hazara di desa Mundarakht pada 4-6 Juli lalu.
Dikatakan enam orang ditembak, dan tiga disiksa sampai mati.
Kelompok itu memperingatkan bahwa lebih banyak pembunuhan mungkin tidak dilaporkan.
Sebab, Taliban telah memutus layanan telepon seluler di banyak daerah yang mereka rebut untuk mencegah gambar dari sana dipublikasikan.
“Kebrutalan pembunuhan itu adalah pengingat akan rekor masa lalu Taliban, dan indikator mengerikan tentang apa yang mungkin dibawa oleh pemerintahan Taliban," kata Agnes Callamard, kepala Amnesty International.
Terpisah, Reporters without Borders menyatakan kekhawatirannya atas berita bahwa pejuang Taliban yang membunuh anggota keluarga seorang jurnalis Afghanistan pada Rabu (18/8).
Jurnalis itu diketahui bekerja untuk penyiar Jerman Deutsche Welle.
“Sayangnya, ini menegaskan ketakutan terburuk kami,” kata Katja Gloger dari kelompok kebebasan pers Jerman.
Dia menambahkan bahwa tindakan brutal Taliban menunjukkan bahwa kehidupan pekerja media independen di Afghanistan berada dalam bahaya akut.
Ketakutan atas Taliban sebagai penguasa de facto membuat , ribuan orang berlomba ke bandara Kabul.
Sementarayang yang lain turun ke jalan untuk memprotes pengambilalihan itu. Namun aksi tersebut dibalas pejuang Taliban dengan keras.
Taliban telah berusaha untuk memproyeksikan moderasi dan telah berjanji untuk memulihkan keamanan dan memaafkan mereka yang memerangi mereka dalam 20 tahun sejak invasi pimpinan AS.
Menjelang salat Jumat, para pemimpin mendesak para imam untuk menggunakan khotbah untuk menyerukan persatuan, mendesak orang untuk tidak meninggalkan negara itu, dan untuk melawan “propaganda negatif” tentang mereka.
Tetapi banyak orang Afghanistan skeptis, dan laporan Amnesty memberikan lebih banyak bukti yang melemahkan klaim Taliban bahwa mereka telah berubah.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News