GenPI.co - Presiden AS Joe Biden tampaknya tak punya mood untuk mencabut sebutan teroris pada Garda Revolusi Iran.
Hal itu dikatakan Ali Vaez, pakar Iran dari International Crisis Group, sebuah wadah pemikir pencegahan konflik, dilansir dari AFP, Rabu (20/4).
"Masing-masing pihak hanya berharap pihak lain akan berkedip duluan," kata Ali Vaez.
Padahal, pencabutan tersebut menjadi salah satu tuntutan Teheran sebelum kembali ke kesepakatan untuk membatasi program nuklirnya.
"Saya kira keputusan akhir belum diambil, tetapi presiden tentu saja condong ke arah itu," katanya.
Vaez berharap, tanpa menyembunyikan ilusi apa pun, bahwa kompromi dapat ditemukan dengan menghapus Garda Revolusi Iran dari daftar hitam sambil mempertahankan cabang mereka di luar negeri.
Tetapi secara pribadi, para pejabat AS menyarankan bahwa kompromi seperti itu mungkin tidak lagi di atas meja.
Vaez mengakui bahwa setiap isyarat terhadap Iran pada masalah sensitif seperti itu akan digunakan oleh lawan dan kritikus untuk menyalibkan pemerintahan Biden dengan mencela kelemahannya dalam menghadapi musuh bebuyutan Amerika Serikat.
Lebih buruk lagi, Pengawal Revolusi mendukung musuh AS lainnya seperti Hizbullah di Lebanon, atau pemberontak Houthi Yaman, atau bahkan beberapa milisi Irak.
Kelompok-kelompok tersebut telah disalahkan atas berbagai serangan terhadap tentara atau kepentingan AS di Timur Tengah.
Beberapa pejabat terpilih dalam kubu Demokrat presiden sendiri juga menentang penghapusan mereka dari daftar hitam.
Negosiasi Iran dan AS dibuka setahun lalu di Wina untuk menghidupkan kembali perjanjian penting 2015 yang seharusnya mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir.
Di bawah kepresidenan Donald Trump, Amerika Serikat keluar dari perjanjian pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.
Sebagai tanggapan, mengabaikan pembatasan yang dikenakan pada kegiatan nuklirnya.
Biden ingin Iran kembali ke perjanjian, asalkan Iran melanjutkan komitmen itu.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News