GenPI.co - Protes besar-besaran terjadi di Iran sejak Jumat (16/9) Minggu (18/9) setelah seorang gadis meninggal dalam tahanan polisi moral yang menegakkan aturan jilbab yang ketat.
Di media sosial Twitter, tagar #MahsaAmini menjadi trending topik para penutur bahasa Presia yang marah atas kematian tersebut.
Amini yang berusia 22 tahun meninggal pada Jumat setelah mengalami koma setelah penangkapannya di Teheran awal pekan ini.\
Dia ditangkap lantaran bersuara dan menyoroti hak-hak perempuan di Iran.
Polisi menolak kecurigaan media sosial bahwa dia dipukuli, mengatakan dia jatuh sakit saat dia di tahanan.
Melansir Reuters, Minggu, sekelompok pengunjuk rasa berkumpul pada hari Minggu di sekitar Universitas Teheran pada hari Minggu, meneriakkan "Perempuan, Kehidupan, Kebebasan".
Di bawah hukum syariah Iran, wanita diwajibkan untuk menutupi rambut mereka dan mengenakan pakaian yang panjang dan longgar.
Pelanggar menghadapi teguran publik, denda atau penangkapan.
Namun dalam beberapa bulan terakhir para aktivis telah mendesak perempuan untuk membuka cadar meskipun tindakan keras penguasa garis keras terhadap "perilaku tidak bermoral".
Amini berasal dari Kurdistan, yang pemakamannya pada Sabtu (17/9) di kampung halamannya Saqez juga diwarnai protes.
Pengawal Revolusi Iran telah lama memadamkan kerusuhan di antara minoritas Kurdi.
Polisi menekan demonstrasi Saqez, dengan video yang diposting online menunjukkan setidaknya satu orang dengan cedera kepala.
Akan Reuters tidak dapat mengautentikasi video tersebut.
Behzad Rahimi, seorang anggota parlemen untuk Saqez, mengatakan kepada kantor berita semi-resmi ILNA bahwa beberapa orang terluka dalam pemakaman itu.
"Salah satunya dirawat di Rumah Sakit Saqez setelah dipukul di bagian perut dengan bantalan bola," katanya.
Namun, kelompok hak asasi Kurdi Hengaw mengatakan bahwa 33 orang terluka di Saqez. Reuters tidak dapat secara independen mengkonfirmasi jumlah tersebut.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News