Presiden Rusia Genjot Kelahiran, Bikin Anak Dapat Rp 100 Juta

16 Januari 2020 13:30

GenPI.co - Presiden Rusia Vladimir Putin blak-blakan menyiapkan anggaran USD 6,5 miliar (Rp 89 triliun) untuk menggenjot tingkat kelahiran di negaranya. 

Menurut Putin, pertumbuhan penduduk alami sangat penting bagi masa depan Negeri Beruang Merah tersebut.

BACA JUGA: Korsel Tunggu Menhan Prabowo, Deal Jet Canggih IFX Semi-Siluman

"Nasib Rusia dan prospek bersejarahnya bergantung pada berapa banyak jumlah kami," tegas Putin, dalam pidato negara bangsa di depan para elite politik Rusia, Rabu (15/1).

Putin menjelaskan, bahwa Rusia mengalami penurunan angka kelahiran, karena generasi yang menjadi orang tua saat ini lahir pada 1990-an. 

BACA JUGA: Dinasti Politik Jadi Sorotan, Ini Daftar Keluarga Pak Jokowi...

Angka kelahiran turun secara drastis karena ketidakpastian ekonomi.

Menurut Putin, bahwa situasi demografis sangat sulit. 

BACA JUGA: Honorer K2! Catat Nih, DPR Janji Kawal 2 Solusi Ini...

Putin pun mengusulkan dana untuk keluarga berpendapatan rendah dengan anak kecil.

Tunjangan untuk para ibu pertama, dana lebih besar untuk keluarga dengan lebih banyak anak dan menciptakan lebih banyak tempat untuk penampungan anak.

BACA JUGA: Kasus Natuna: Indonesia vs China, Menteri Inggris Bela Siapa?

"Tugas historis kita adalah merespons tantangan ini," ungkap Putin, seperti disebutkan AFP.

Presiden Rusia ini menyebut, kemiskinan membuat orang tidak ingin memiliki keturunan. 

Untuk itu Putin menawarkan insentif keuangan baru dalam meningkatkan angka kelahiran.

BACA JUGA: Iwan Fals Bergetar, Menangis dan Peluk Rhoma Irama, Ini Sebabnya

Putin pun berjanji memberikan uang sekitar USD 7.600 (Rp 103 juta) kepada semua perempuan yang melahirkan. 

Sebelumnya, dana tersebut hanya diberikan sekali kepada keluarga dengan dua anak.

Populasi Rusia turun drastis pada 1990-an saat ekonomi dan kondisi sosial sulit setelah runtuhnya Uni Soviet. 

Putin telah menghadapi berbagai masalah demografi sejak dia menjadi presiden pada 2000.

Upaya sebelumnya dalam memperbaiki situasi itu tidak berhasil. Para ekonom khawatir tentang apa dampaknya memiliki tenaga kerja lebih sedikit bagi ekonomi.(rmol)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co