Kekacauan Armenia Atas Fenomena Kudeta Militer, Perang Meletus

28 Februari 2021 18:23

GenPI.co - Presiden Armenia Armen Sarkissian telah menolak untuk menandatangani perintah perdana menteri untuk memecat kepala staf militer, yang memperdalam krisis politik nasional.

Perpecahan melebar pada hari Kamis (25/2/2021) ketika Pashinyan menentang seruan militer untuk mundur, menuduhnya sebagai percobaan kudeta dan memerintahkan kepala staf umum, Onik Gasparyan, untuk dipecat.

BACA JUGA: Dunia ke Mana ya? Warga Myanmar Ditembaki, Wartawan Ditahan

"Presiden republik, dalam kerangka kekuasaan konstitusionalnya, mengembalikan rancangan keputusan tersebut dengan keberatan," kata kepresidenan dalam keterangannya, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (28/2/2021).

Dia menambahkan krisis politik tidak dapat diselesaikan melalui pergantian personel yang sering.

Sementara itu, Pashinyan mengatakan dia akan kembali mengirimkan tuntutan pengunduran diri Gasparyan.

“Keputusan ini sama sekali tidak berkontribusi untuk menyelesaikan situasi. Saya kembali mengirimkan petisi untuk memberhentikan Kepala Staf Umum kepada Presiden Republik, dengan harapan akan ditandatangani sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan," jelas Pashiyan.

Pashinyan sendiri telah menghadapi seruan yang meningkat untuk keluar dari posisinya sendiri.

Sebelumnya, 5.000 pengunjuk rasa oposisi yang mengibarkan bendera Armenia dan menyerukan pengunduran diri Pashinyan berkumpul untuk hari ketiga berjalan di luar Parlemen di ibu kota, Yerevan.

Beberapa pengunjuk rasa kini telah mendirikan kemah di sana.

“Hari ini Pashinyan tidak mendapat dukungan. Saya meminta layanan keamanan dan polisi untuk bergabung dengan tentara, untuk mendukung tentara,” terang Vazgen Manukyan selaku mantan perdana menteri yang ditunjuk oleh oposisi untuk menggantikan Pashinyan.

BACA JUGA: AS Izinkan Penggunaan Vaksin J&J, Reaksi Biden Menggemparkan

Seperti diketahui, Pashinyan menghadapi kritik keras sejak dia menandatangani kesepakatan Nagorno-Karabakh, yang dipandang sebagai penghinaan nasional bagi banyak orang di Armenia.

Perdana menteri itu menyatakan dia tidak punya pilihan selain setuju untuk menandatangani kesepakatan yang sangat menyakitkan atau melihat pasukan negaranya menderita kerugian yang lebih besar.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co