GenPI.co - Tanda-tanda petaka di Indonesia sudah mulai terlihat. Sebanyak 600 ribu kendaraan tinggalkan Jabodetabek dalam 4 hari. Mohon waspada.
Ahli Epidemiologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto dr Yudhi Wibowo khawatir, mobilitas massa ini akan memicu peningkatan kasus harian covid-19.
"Saya masih khawatir. Itu akan tetap terjadi peningkatan mobilitas, yang dikhawatirkan itu," kata Yudhi, Selasa (7/12/2021).
Apalagi, berkaca pada pengalaman sebelumnya, sebagian masyarakat tetap lolos dari penyekatan meskipun telah ada larangan dari pemerintah pada momen-momen tertentu.
"Meskipun kasus relatif melandai, tapi catatan saya, testing dan tracing, maaf, menurut saya terus turun dari target. Saya khawatir turunnya kasus belum menggambarkan kasus sebenarnya," ujar Yudhi.
Kekhawatiran Yudhi sangat beralasan. Apalagi, data Jasa Marga mencatat kenaikan arus lalu lintas kendaraan yang meninggalkan wilayah Jabotabek.
Corporate Communication & Community Development Group Head Jasa Marga, Dwimawan Heru mengatakan, total ada 648.669 kendaraan yang meninggalkan Jabodetabek selama periode Jumat-Senin (17-20/12), kemarin.
Heru mengatakan, angka tersebut merupakan akumulasi arus lalu lintas (lalin) dari beberapa Gerbang Tol (GT) barrier atau utama.
Itu meliputi, GT Cikupa menuju arah barat), GT Ciawi menuju arah selatan, dan GT Cikampek Utama dan GT Kalihurip Utama menuju arah Timur.
"Total volume lalin yang meninggalkan wilayah Jabotabek ini naik sekitar 8,1 persen jika dibandingkan lalin normal periode November 2021 dengan total 600.107 kendaraan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (21/12).
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman ikut mengingatkan bahwa pandemi covid-19 belum usai.
Masyarakat diminta terus mewaspadai penularan virus, apalagi saat ini muncul varian Omicron di RI.
“Terutama terkait dengan apa yang dialami Eropa, Afrika dan kita baru-baru ini bahkan beberapa negara Asia, krisis belum selesai. Ini yang harus diwaspadai. Pandemi belum usai,” kata Dicky.
Dia mengingatkan, situasi bisa memburuk jika masyarakat mengabaikan protokol kesehatan.
"Belum dalam fase terkendali yang masuk kategori level satu atau dua Badan Kesehatan Dunia atau WHO. Artinya masih rawan,” tutur Dicky.
Dicky berpendapat, idealnya masyarakat tidak bepergian keluar kota saat periode libur Nataru, walaupun PPKM Level 3 batal diterapkan di seluruh Indonesia.
Menurut dia, pengetatan dan pembatasan mobilitas diperlukan dalam upaya mitigasi.
“Pembatasan dalam artian bahwa kriteria orang bisa ada di satu wilayah di destinasi wisata itu memastikan bahwa itu tidak membawa virus atau kecil kemungkinannya, kriteria ini yang harus diperketat,” kata Dicky. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News