GenPI.co - Peneliti dari Indonesia Political Opinion (IPO) Catur Nughoro menilai terdapat muatan politik dalam pidana penghinaan presiden dari draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurut dia, pasal tersebut tidak mendesak lantaran sebelumnya sudah ada aturannya.
"Sebenarnya, kan, sudah diatur dalam undang-undang lainnya," ucap Catur kepada GenPI.co, Rabu (9/6).
Catur menjelaskan pasal tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Sebab, dia menilai bahwa presiden yang dimaksud mendapat hinaan tidak harus mendapat hukuman pidana.
"Jika yang dimaksud dalam pasal ini ialah presiden sebagai 'Lembaga' (Kepala Negara), menurut saya tidak harus dengan ancaman pidana," jelasnya.
Catur lantas beranggapan jika presiden ingin dihormati, tidak perlu dengan paksaan.
Rakyat, kata Catur, akan menghargai dan menghormati presiden, bahkan merepresentasikan dengan bebas terhadap kinerja Kepala Negara. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News