Sebelum Ada Jokowi 1 Jam Beres, Kini Bongkar Muat Priok 20 Jam

16 Juni 2021 06:35

GenPI.co - Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno blak-blakan mengatakan bahwa praktik pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sudah berlangsung lama.

Menurut Djoko Setijowarno, aksi preman itu terjadi di hampir semua pelabuhan, terutama yang aktivitasnya tinggi.

"Ini masalah sosial ekonomi," jelas Djoko Setijowarno kepada GenPI.co, Selasa (15/6).

BACA JUGA:  Suara Kapolri Listyo Sigit Menggelegar di Polda Jaya: Siap Perang

Djoko Setijowarno menilai, lingkungan pelabuhan yang dipenuhui masyarakat kelas bawah dan kumuh menjadi salah satu penyebabnya.

Bahkan, Djoko menyebut masyarakat juga kongkalikong dengan oknum aparat.

BACA JUGA:  Akademisi: Berani Tolak Reklamasi, Anies Baswedan Dalam Bahaya...

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu menyarankan harus mengakhiri praktik pungli di Tanjung Priok.

"Pengelola pelabuhan baiknya tegas, caranya menyisihkan dana tanggung jawab sosial perusahaan untuk warga sekitar yang hidup di bawah garis kemiskinan," jelasnya.

BACA JUGA:  Akademisi: Jika Tak Ada Jalan Lain, Bisa Timbul People Power

Selain itu, operator pelabuhan dapat memberikan bantuan beasiswa kepada anak-anak di sekitar kawasan pelabuhan untuk melanjutkan sekolah.


Seperti diketahui, sebelum kedatangan Presiden Joko Widodo dan aturan larangan pungli ditegakkan, para sopir membayar Rp2 ribu rupiah saat masuk pintu pemeriksaan JICT.

Di area bongkar muat, sopir kembali mengeluarkan Rp5 ribu untuk operator crane.

Saat keluar, dia mesti membayar Rp2 ribu lagi untuk petugas security. Jika tidak membayar, sopir akan dipersulit.

Ironisnya, setelah para pungli ditangkap dan dibersihkan oleh petugas kepolisian, hal mengejutkan terjadi.

Masalah bongkar muat barang di Tanjung Priok seperti benang kusut. Saat pungli dihabisi, layanan bongkar muat barang malah 20 jam. Padahal saat ada pungli hanya butuh 1 jam.

Lamanya pelayanan bongkar muat ini dinilai sangat tidak masuk akal. Ada selisih waktu 19 jam yang harus dijalani para sopir di kawasan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Selisih waktu yang begitu lama ini terasa sangat menyiksa. Banyak sopir yang kelaparan di dalam pelabuhan.

Arus lalu lintas di kawasan Koja ikut macet. Kemacetan juga terjadi di area pelabuhan lain seperti UCT, Koja, dan pelabuhan lokal.

Menurut seorang sopir yang enggan disebutkan jati dirinya, penumpukan terjadi sejak Minggu (13/4).

Itu bertepatan dengan larangan pungli dan penangkapan puluhan oknum pungli diberitakan banyak media massa.

"Saya masuk jam 9 malam, keluar jam 5 sore. Kelaparan semua di dalam," katanya.

Dia kemudian membandingkan durasi bongkar muat saat ada pungli. Saat ada pungli, durasi yang dibutuhkan disebut hanya 1 jam.

Setelah itu, sopir bisa membawa barang dalam peti kemas ke tujuannya masing-masing.

Dalam kondisi seperti ini, sopir tak bisa berbuat apa-apa. Semua terpaksa harus menginap di pelabuhan.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan Reporter: Annissa Nur Jannah

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co