Profesor Angkat Bicara, Novel Baswedan Cs Bisa Gigit Jari

01 Juli 2021 10:10

GenPI.co - Tudingan terhadap soal tes wawasan kebangsaan (TWK) yang tidak meloloskan Novel Baswedan dan puluhan pegawai KPK ditanggapi oleh pakar hukum administrasi negara Profesor Aidul Fitriciada.

Bicara dalam Webinar Series Moya Institute bertajuk "Apakah Kemelut Kelompok 51 KPK Usai?", Selasa (29/6), dia menepis tudingan bahwa tes tersebut mengada-ada dan janggal.

Sebab menurutnya, memang ada aturan terkait kompetensi yang harus dimiliki setiap ASN.

BACA JUGA:  Mahasiswa Bersuara Lantang, Bantuan Asing untuk ICW Diungkit Lagi

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam aturan tersebut, ASN harus memiliki kompetensi manajerial, kompetensi teknis, dan kompetensi sosial kultural.

BACA JUGA:  BEM UI Kritik Jokowi, Tokoh NU ini Singgung Taliban dan TWK KPK

"Terkait itu, ada hal yang harus dijawab oleh peserta tes, kemudian terkait kewajiban dasar menjaga ideologi Pancasila, setia dan mempertahankan UUD 1945, dan sebagainya," ungkap Prof. Aidul.

Dia mendunga, Novel dan puluhan pegawai KPK yang tak lolos tes TWK bisa jadi hanya a fokus pada kompetensi teknis di dalam bidang pemberantasan korupsi.

BACA JUGA:  Pesan Maut Nasdem ke KPK Terungkap, Pengamat Sepakat! Top

Maka ketika mereka kompetensi mereka bidang kebangsaan diuji, bisa jadi mereka tidak bisa menjawab lantaran pengetahuannya tak ter-update.

Prof Aidul juga mengesampingkan kemungkinan campur tangan Presiden dalam penyaringan tersebut.

Sebab dalam UU Nomor 5 Tahun 2014, diatur mengenai manajemen sumber daya manusia berdasarkan sistem merit.

Dengan begitu, kompetensi tidak dilihat dari SARA maupun latar belakang politik apapun.

"Jadi ini harus dilihat Presiden sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) tertinggi, bukan berarti dia bisa mengintervensi sistem merit. Intervensi birokrasi di lingkungan KPK," jelasnya.

Prof Aidul juga menganggap lucu argumen-argumen nyinyir yang mengiringi pelaksanaan TWK tersebut.

Sebab di satu sisi menyerang Presiden karena dianggap melemahkan sistem KPK, tapi di sisi yang lain mendorong Presiden untuk campur tangan dalam urusan TWK KPK.

Prof Aidul menegaskan bahwa suatu sistem tidak boleh dinisbatkan pada personal pribadi. Apalagi birokrasi modern itu yang layaknya mesin sehingga tidak berperasaan.

“Dia seperti mesin, yang "tidak punya perasaan". Tapi ini kan sistem modern. Jadi kita tidak bicara apakah si A lebih baik dari yang lain. Apakah si A lebih heroik dari yang lain," tandas Profesor Aidul Fitriciada.(JPNN/GenPI)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co