GenPI.co - Politikus PKS Mardani Ali Sera menyoroti perseteruan antara Direktur Lokataru Haris Azhar, koordinator KontraS Fatia Maulida dengan Menteri Koordinator Maritim Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Seperti diketahui, kedua aktivis tersebut membeberkan adanya permainan pejabat di balik rencana eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua dalam kanal YouTube Haris Azhar Channel.
Luhut Pandjaitan yang namanya terseret lantas memberikan ultimatum atas pernyataan Fatia yang dinilai provokatif, tendensius, mencemarkan nama baik, menghina, dan menyebarkan hoaks.
"Akhir-akhir ini memang para penyelenggara negara kerap mengajukan somasi setelah mendapat kritik dari masyarakat," jelas Mardani Ali Sera kepada GenPI.co, Senin (30/8).
Dirinya sepakat bahwa tidak ada larangan bagi pejabat untuk mensomasi masyarakatnya.
Kendati demikian, menurut Mardani Ali Sera, secara etika perbuatan tersebut tidak sesuai dengan konstitusi.
"Somasi mestinya dilakukan warga kepada pemerintah atau pejabat publik karena mereka yang perlu diawasi," ungkapnya.
Oleh sebab itu, ANggota DPR RI itu menilai bahwa seharusnya pejabat publik merasa takut kepada warga negara.
"Seharusnya begitu, jika mengikuti logika demokrasi. Dikritik maupun dipertanyakan tindakannya agar berhati-hati serta tidak berbuat salah," tutur Mardani Ali Sera.
Di sisi lain, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun merasa bahwa somasi atau ultimatum kepada warga negara tidak bijaksana.
"Kalau saya presiden, saya larang itu menteri memberikan gugatan, somasi, atau ultimatum kepada rakyat biasa atas pekerjaan mereka yang melakukan kontrol atas jalannya kekuasaan," ujar Refly Harun.
Menurut Refly Harun, hal tersebut sangatlah penting. Sebab, Luhut Pandjaitan memiliki jabatan tinggi dalam pemerintahan yakni sebagai menteri koordinator.
"Kalau dia bukan siapa-siapa barang kali tidak terlalu penting juga. Tapi, kita harus memahami peran KontraS, Lokataru, Haris Azhar, dan Fathiya," tegasnya.
Bukan tanpa alasan, menurutnya, pekerjaan Haris dan Fathia memang berada pada jalur membangun good governance dan clean government.
"Walaupun kadang bikin merah telinga penguasa, bikin merah telinga pejabat. Tapi harus kita hormati," pungkas Refly Harun.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News