GenPI.co - Praktisi hukum Ahmad Khozinudin menanggapi soal munculnya isu bendera HTI di dalam ruang kerja KPK. Ia melihat permasalahan ini perlu diambil sudut pandang yang lebih luas.
Bukan hanya soal bingkai polemik TWK KPK, melainkan juga Islamofobia.
“Bendera itu ada di KPK dan disebut HTI itu sebuah narasi yang tendensius,” kata Ahmad Khozinudin dalam webinar “KPK Ditunggangi HTI?” Kamis (7/10).
Ahmad menyebut, penempatan bendera itu sebagai HTI semestinya sudah selesai dan tak ada lagi narasi yang demikian.
Sebab, ormas HTI sejak berdiri sampai akhirnya dilarang tidak pernah mendaftarkan bendera dengan kalimat tauhid itu ke dirjen HAKI sebagai eksklusif miliknya.
“Kalau pun didaftarkan pun ditolak, karena bendera itu bisa dianggap sebagai domain publik,” imbuhnya.
Ahmad menduga, narasi bendera itu milik HTI hanya digunakan untuk melegitimasi pemecatan pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Sebab, kalau dicari argumentasi konkret soal pemecatan eks pegawai KPK karena kerja tidak baik, suap, itu tidak punya bukti.
Oleh karena itu, ada dugaan memunculkan narasi tidak NKRI atau bahkan taliban.
“Yang menarik ucapan Novel Baswedan yang menyebut delapan pegawai KPK yang konon dikendalikan Aziz Syamsuddin itu bukan dari 58 eks pegawai KPK yang dipecat,” katanya.
Meskipun demikian, soal narasi adanya HTI di tubuh KPK akan adanya bendera itu pun sebenarnya ditolak KPK.
Ahmad mengatakan, KPK mengaku menelusuri dugaan tersebut dan sampai ke kesimpulan itu bukan bendera HTI.
Adapun, satpam yang memotret dan melaporkan dipecat karena melanggar kode etik memasuki ruangan dan memotret di ruangan terlarang.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News