GenPI.co - Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia Democratic Policy Satyo Purwanto memberi tanggapan terkait desakan masyarakat untuk menghilangkan presidential threshold.
Seperti diketahui, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun bersama dengan Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono sudah mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa kemarin (7/12).
Adapun tujuan kedua tokoh tersebut adalah menyampaikan permohonan Judicial Review terkait Pasal 222 UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu.
"Sangat mendukung langkah yang dilakukan oleh Prof Refly dan Bung Ferry Juliantono," ujar Satyo kepada GenPI.co, Jumat (10/12).
Menurut Satyo, adanya ambang batas atau presidential threshold akan membuka peluang terjadinya transaksi politik.
"Transaksi-transaksi itu biasanya digunakan agar bisa meloloskan calon presiden atau wakil presiden yang akan berkontestasi," ucapnya.
Di sisi lain, Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai ambang batas presiden saat ini sama saja seperti menggergaji demokrasi Indonesia.
Terlebih lagi, menurutnya, saat ini Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang bisa melakukan gebrakan untuk menyejahterakan masyarakatnya.
"Indonesia situasinya sedang sulit, butuh calon pemimpin nasional yang berani dan punya pemikiran baru sebagai solusi untuk berbagau permasalahan di masyarakat," kata Herzaki.
Tidak hanya itu, Herzaky juga mengatakan bahwa presidential threshold sangat bertolak belakang dengan keinginan masyarakat yang menantikan munculnya sosok pemimpin baru.
"Berbagai survei juga menunjukkan adanya keinginan kuat rakyat untuk melakukan regenerasi kepemimpinan. Agar muncul wajah baru sebagai calon pemimpin nasional," tandasnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News