Banyak Artis Nasional Daftar Jadi Caleg 2024, Akademisi Paramadina Nyatakan Tegas

29 Mei 2023 16:20

GenPI.co - Direktur Penelitian Paramadina Public Policy (PPPI) Adrian Wijanarko menyoroti banyaknya deretan artis nasional yang menjadi calon anggota legislatif di Pemilu 2024. 

Dia menilai pencalonan tokoh publik dalam pesta demokrasi merupakan proses instan dan tidak memberikan dampak positif bagi demokrasi itu sendiri.

"Saat ini bukan lebih fokus dalam menjual jual ide, partai politik lebih memilih popularitas sebagai cara singkat untuk mendapatkan suara terbanyak," ujar Adrian dalam keterangannya di Universitas Paramadina, Senin (29/5/2023).

BACA JUGA:  Hary Tanoesoedibjo: Perindo Target 14 Kursi DPR RI dari Dapil Jatim pada Pemilu 2024

Setidaknya ada 10 partai politik yang telah mendaftarkan tokoh publik figur ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dari 10 partai politik tersebut, Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi partai politik yang paling banyak nama artis dalam bursa calon legislatif Pemilu 2024.

BACA JUGA:  Menpora Beri Pesan Penting untuk Anak Muda Jelang Pemilu 2024

Partai PDIP, Perindo, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, Golkar, PSI dan PKS juga tercatat mendaftarkan publik figur ke KPU.

Menurutnya, pada pemilu sebelumnya, strategi ini dirasa cukup sukses.

BACA JUGA:  Klaim Banyak Tokoh Akan Gabung, Giring Pede PSI Kuda Hitam Pemilu 2024

Hal itu terbukti beberapa tokoh publik figur yang akhirnya melenggang terpilih menjadi anggota dewan dan beberapa kepada daerah.

Walau demikian, hal ini merupakan cara yang tidak berkelanjutan dan tidak memberikan nilai yang signifikan terhadap demokrasi itu sendiri.  

Adrian membandingkan pemilu dengan kegiatan beauty pageant atau kontes kecantikan.

Kontes kecantikan hanya menekankan pada atribut fisik dan popularitas para kontestan.

Namun berbeda dengan kontes kecantikan, demokrasi akan berkaitan dengan masa depan kehidupan masyarakat.

"Memilih representasi dengan pertimbangan bahwa representasi lebih populer merupakan tindakan yang tidak masuk akal. Aspek popularitas merupakan aspek terakhir yang harus dipikirkan dalam memilih representasi dalam pemilihan umum. Aspek latar belakang, program dan kebijakan yang diusung harusnya menjadi pertimbangan dalam pemilihan umum," tegasnya.

Adrian juga mengungkapkan fenomena publik figur dalam peristiwa politik Indonesia tidak dapat dilepaskan dalam pembahasan Firmanzah dalam buku ‘Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas’.

Dia merasa kegiatan marketing yang dilakukan partai politik merupakan bentuk kegiatan yang positif karena akan memperkenalkan ide politik yang kemudian dapat diterima oleh masyarakat serta menciptakan suasana demokratis.

Namun, marketing politik juga dapat menciptakan peluang negatif. Partai politik dapat menggunakan kegiatan marketing tanpa memiliki ide atau gagasan yang jelas.

"Partai politik yang gemar menggunakan pamor publik figur sebagai bentuk marketing untuk mendapatkan banyak suara di masyarakat merupakan salah satu bentuk kegiatan marketing yang tidak memiliki ide atau gagasan yang jelas. Ini berbeda kalau publik figure yang diajukan sudah melakukan proses kaderisasi partai secara jangka panjang," jelasnya.

Adrian mengungkapkan marketing politik harus berlandaskan pada ide politik yang ditawarkan itu sendiri.

Tanpa ada ide politik yang jelas, kegiatan marketing akan tidak maksimal karena kegiatan marketing tanpa ada ide politik yang jelas ini hanya akan mengandalkan pada popularitas semata.

Terlebih yang diusung dalam pemilihan umum adalah publik figure yang direkrut secara praktis, bukan tokoh yang lahir dari proses kaderisasi partai yang jelas.

Adrian menambahkan ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memutus fenomena kontes kecantikan dalam pemilu.

Solusi pertama yang ditawarkan adalah untuk melakukan pencarian informasi secara dalam terhadap calon representatif.

Pastikan juga sosok yang yang dipilih memiliki program yang baik dan tidak hanya mengandalkan popularitas semata.

Solusi kedua adalah melakukan literasi tentang demokrasi kepada masyarakat.

Peningkatan literasi demokrasi akan menjadikan kualitas demokrasi yang dihasilkan akan lebih berkualitas.

Adrian membeberkan pemilihan yang menitikberatkan pada popularitas tidak akan memberikan solusi atas permasalahan yang ada.

Oleh karena itu, mari masyarakat perlu menjadi pemilih yang cerdas dalam proses demokrasi.

"Apabila memang Indonesia setuju memilih demokrasi sebagai cara terbaik dalam menjalankan negara, selayaknya peningkatan pengetahuan tentang demokrasi itu sendiri perlu dilakukan secara berkala kepada masyarakat," tuturnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co