GenPI.co - Pengajar Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak boleh disimpangi oleh semua pihak.
Titi mengatakan pertimbangan hukum MK sama mengikatnya dengan amar putusan. Oleh karena itu, putusan MK bersifat final dan mengikut, serta berlaku secara serta-merta.
“Kalau DPR RI mengatur berbeda dengan pertimbangan hukum MK maka itu artinya inkonstitusional dan bisa dibatalkan dalam pengujian di MK,” katanya dikutip dari Antara, Rabu (21/8).
Dia menyampaikan semua pihak tidak boleh menyimpangi putusan MK. Jika itu terjadi maka Pilkada 2024 menjadi inkonstitusional.
“Kalau disimpangi, maka terjadi pembangkangan konstitusional. Pilkada 2024 inkonstitusional dan tidak legitimate digelar,” ujarnya.
Hal tersebut disampaikannya merespons terkait RUU Pilkada yang saat ini sedang bergulir di Baleg DPR RI.
Titi mengungkapkan RUU Pilkada sebenarnya merupakan naskah lama yang telah disahkan saat Rapur DPR RI pada November 2023 sebagai RUU inisiatif DPR RI.
Dia menjelaskan tujuan utama dari RUU Pilkada tersebut awalnya yakni memajukan jadwal pilkada dari November ke September 2024.
Namun upaya itu gagal setelah MK mengeluarkan putusan yang menyatakan Pilkada 2024 tidak bisa dimajukan maupun dimundurkan.
Titi menyampaikan putusan MK terkait pilkada mengenai syarat usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan harus diakomodasi dalam RUU Pilkada itu.
Tetapi jika revisi terbatas menjadi menyimpang dari putusan MK maka tindakan itu bisa membuat kacau penyelenggaraan pilkada.
“Kalau sampai terjadi (penyimpangan dari putusan MK), maka pilkada bisa amburadul. Menjadi noda kotor demokrasi yang mencoreng DPR dan pemerintah,” ucapnya. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News