Fatwa MUI: Tenaga Medis COVID-19 Boleh Salat Tanpa Wudu

27 Maret 2020 09:21

GenPI.co - Tenaga medis dengan alat pengaman diri (APD) yang mengurusi pasien virus corona alias COVID-19, boleh salat tidak wudu karena itu dalam keadaan mendesak.

Hal tersebut sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

BACA JUGA: Lockdown di India: Hari Pertama Langsung Terjadi Kekacauan

"Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudu atau tayamum), maka ia melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i’adah)," demikian bunyi Fatwa MUI Nomor 17 Tahun 2020 yang disahkan Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Kamis (26/3).

BACA JUGA: 3 Kekurangan Libra Ini Dapat Merugikan Dirinya Sendiri

Menurut Hasanuddin, bahwa fatwa tersebut agar menjadi pedoman salat bagi tenaga kesehatan yang memakai APD, saat menangani pasien COVID-19.

Hasanuddin menjelaskan, bahwa salah satu poin penting fatwa, yakni tenaga kesehatan Muslim yang merawat pasien COVID-19 dengan APD, tetap wajib melaksanakan salat fardhu dengan berbagai kondisinya diikuti sejumlah keringanan.

BACA JUGA: Virus Corona Mengganas, Terawang Mbah Mijan: Astaghfirullah...

Menurut Hasanuddin, pada kondisi tenaga medis berada dalam rentang waktu salat dan memiliki wudu, maka boleh melaksanakan salat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD yang ada.

Sementara dalam kondisi sulit berwudu maka dia bertayamum kemudian melaksanakan salat.

BACA JUGA: Khasiat Kentang untuk Kecantikan Ternyata Wow Banget...

Saat kondisi APD yang dipakai terkena najis dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan, kata Hasanuddin, maka yang bersangkutan melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan mengulangi shalat (i’adah) usai bertugas.

Hasanuddin mengatakan, ketika kondisi jam kerja tenaga medis sudah selesai atau sebelum mulai kerja masih mendapati waktu salat, maka wajib salat fardhu sebagaimana mestinya.

BACA JUGA: Wabah Virus Corona Mengganas, Amerika Serikat Bicara Ini...

Dalam kondisi tenaga medis bertugas, mulai sebelum masuk waktu zuhur atau magrib dan berakhir masih berada di waktu salat asar atau isya maka boleh melaksanakan salat dengan jamak ta'khir.

Bila dalam kondisi bertugas mulai saat waktu zuhur atau magrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan salat asar atau isya, lanjut dia, maka yang bersangkutan boleh melaksanakan salat dengan jamak taqdim.

"Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua salat yang bisa dijamak (zuhur dan asar serta magrib dan isya), maka ia boleh melaksanakan salat dengan jamak," kata dia.

Menurut Hasanuddin, bahwa bagi penanggung jawab bidang kesehatan wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan Muslim yang bertugas, dengan mempertimbangkan waktu salat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dan menjaga keselamatan diri.

"Tenaga kesehatan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk melaksanakan salat dengan tetap memerhatikan aspek keselamatan diri," pungkasnya.(ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co