Indonesia Dipermalukan Koruptor, ICW: Copot Kepala BIN

30 Juli 2020 09:30

GenPI.co - Indonesia Corruption Watch (ICW) menganjurkan Presiden Joko Widodo melakukan evaluasi terhadap kinerja Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan. 

Sebab, kinerjanya kurang maksimal dalam melacak keberadaan koruptor kelas kakap dalam kasus hak tagih bank Bali, Djoko Tjandra.

BACA JUGA: Lahir dengan Karakter Istimewa, 5 Zodiak Ini Cocok Jadi Pemimpin

"Presiden Joko Widodo harus segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Budi Gunawan, karena terbukti gagal dalam mendeteksi buronan kasus korupsi, Djoko Tjandra, sehingga yang bersangkutan dapat dengan mudah bepergian di Indonesia," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (29/7).

Ia berpendapat bahwa sejak Djoko masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik sampai mendaftarkan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal itu menegaskan BIN tidak mampu nekeja dengan maksimal.

BACA JUGA: Manfaat Air Kelapa Hijau Ternyata Sangat Mencengangkan

"Presiden Joko Widodo segera memberhentikan Kepala BIN Budi Gunawan, jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia. Namun, tidak disampaikan kepada Presiden dan penegak hukum," ucapnya.

Dalam kasus ini, Kurnia membandingkan dengan kinerja BIN sebelumnya dengan berhasil memulangkan dua buronan kasus korupsi. Yakni Toto Ari Prabowo dari Kamboja pada 2015 dan Samandikun Hartono di China tahun 2016.

Kendati demikian, untuk kasus yang kini tengah berkembang di bawah kepemimpinan Budi Gunawan tidak ada satu buronan yang berhasil ditangani BIN.

"Tidak satu pun buronan korupsi mampu dideteksi oleh BIN," kata dia.

Berdasarkan catatan ICW, sejak 1996 hingga 2020 masih ada 50 koruptor yang buron. Untuk nilai kerugian yang ditimbulkan koruptor tersebut mencapai Rp 55,8 triliun dan USD 105,5 juta.

Kurnia menjelaskan, menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara mendefinisilan sesuatu bentuk ancaman yang menjadi tanggung jawab BIN, yakni ekonomi nasional. 

Hal itu, membuat keberadaan buronan kasus korupsi dan menginformasikan kepada penegak hukum adalah tanggung jawab BIN.

Apalagi, merujuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2020 tidak sebanding dengan kinerja BIN hingga kini. 

Sebab, alokasi anggaran 7,4 triliun, 2 triliun untuk opersional luar negeri dan 1,9 triliun guna modernisasi peralatan pendukung.

"Besarnya anggaran yang diterima dengan masih banyaknya jumlah buronan yang berkeliaran tidak linear dengan kinerja BIN," pungkasnya.

Sedangkan itu Deputi VII dan Juru Bicara BIN, Wawan Hari Purwanto menjelaskan, sebenarnya BIN tidak memiliki wewenang penangkapan di dalam ataupun luar negeri. Untuk itu, hanya memberikan masukkan kepada Presiden terkait keamanan.

"Sebagaimana terjadi pada kasus penangkapan Totok Ari Prabowo dan Samadikun Hartono. Demikian juga dalam kasus Maria Pauline Lumowa yang ujung tombaknya adalah Kemenkumham," jelas Wawan.

"Namun tidak semua negara ada perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Hal ini dilakukan upaya lain. Info yang diperoleh, rata-rata para terdakwa kasus korupsi masih melakukan upaya hukum PK (Peninjauan Kembali). Demikian juga masalah Djoko Tjandra, masih mengajukan PK, hal ini menjadi kewenangan yudikatif untuk menilai layak dan tidaknya pengajuan PK berdasarkan bukti baru (novum) yang dimiliki," tambahnya.

Untuk itu dirinya berpendapat, kalau ada pelanggaran SOP proses pengajuan PK, bakal ada sanksi yang berlaku.

"BIN tidak berkewenangan melakukan intervensi dalam proses hukumnya," tutupnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co