Front Pendukung Istana Menguak Blunder Jokowi, Mengejutkan!

04 Januari 2021 08:15

GenPI.co - Akademisi Rocky Gerung blak-blakan membongkar kebijakan Istana yang terlihat menjadi blunder. 

"Pemerintah itu mengumpankan sesuatu yang kemudian berbalik memakan dia. Jadi dia pusing sendiri kan, itu kayak orang mancing lele akan tetapi yang kepancing ikan hiu. Itulah pemerintah kan bodoh namanya," tegas Rocky Gerung, Jumat (1/1).

BACA JUGA: Terbongkar! Ini Alasan Istana Bubarkan FPI, Akademisi Top Kaget

Dalam kanal YouTube-nya, Rocky secara terang-terangan mengaku mengolok-olok pemerintah dengan membuat akronim FPI menjadi Front Pendukung Istana. 

Di mana, katanya sekretariat serikat tersebut berada di kolam yang berisikan para cebong.

"Begitulah yang terjadi kalau pemerintah itu gugup untuk bercakap-cakap dengan warga negara sendiri. Lalu bikin aturan yang sebetulnya bisa di atasi dengan mudah. Nanti kalau nggak boleh pakai FPI ya bilang aja itu jadi Flon, Flon Pembela Islam pakai L," beber Rocky.

Rocky juga menilai bahwa Majelis Ulama Aceh memiliki akal sehat yang baik. Sebab, pada tahun 2004 lalu FPI menjadi tenaga bantuan sebelum negara membantu daerah tersebut.

BACA JUGA: Hendropriyono Bongkar Bahaya FPI, Istana Bikin Habib Rizieq Diam

"Majelis Ulama di Aceh itu akal sehatnya betul-betul cemerlang. Dia mau beritahu bahwa, di sana justru FPI itu adalah penyedia keadilan sosial. Penyedia bantuan darurat sebelum negara tiba, FPI sudah tiba di semua tempat," ungkapnya.

Menurut Rocky, Aceh memiliki hubungan yang bagus dengan FPI pascabencana alam tsunami. Ia juga mengatakan bahwa Istana hanya ingin menangkap orang, oleh sebab itu FPI selalu disudukan bahkan dibubarkan.

"Aceh punya sejarah yang bagus dengan FPI, ratusan ribu mayat dievakuasi oleh FPI. Pasti orang Aceh nggak anggap ini berbahaya, justru mereka membantu. Ini kekonyolan Istana yang disebabkan oleh keinginan menangkap orang," ujar Rocky Gerung.

Sementara itu, Direktur Center for Media and Democracy (LP3ES) Wijayanto blak-blakan menyebut pekerjaan rumah Presiden Jokowi menumpuk pada 2021 ini.

Ia membeberkan permasalahan mendasar dari negara penganut demokrasi. Dengan tegas, Wijayanto menyatakan pemerintahan kali ini seperti telah sengaja menenggelamkan suara-suara oposisi.

"Pemerintah seharusnya memberikan perlindungan kepada kelompok kritis. Bukan malah diberangus," tegas Wijayanto kepada GenPI.co pada Minggu (3/12).

Padahal, keberadaan oposisi itu menjadi indikator penting dalam demokrasi.

Bagi Wijayanto, suara-suara yang berseberangan itu akan melahirkan sikap kritis yang akan memajukan pola pikir bangsa.

Pengajar Ilmu Politik di Universitas Diponegoro ini lantas menyoroti langkah-langkah praktis pemerintah yang seolah ingin menidurkan suara oposisi.

Hal itu terlihat ketika pemerintah mulai merangkul kelompok oposisi ke dalam gerbong Istana.

"Demokrasi mengalami kemunduran karena tidak ada oposisi, tidak ada suara oposisi berarti tak ada suara kritis," jelas Wijayanto.

Wijayanto berharap sederet catatan tersebut tak lagi diulang oleh Presiden Jokowi ketika mengarungi masa pemerintahan pada 2021 ini.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co