GenPI.co - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun merespons berita tentang persekongkolan untuk mengambil alih Partai Demokrat dari tangan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dalam kanal YouTube-nya, Refly Harun mengatakan bahwa tindakan mengambil partai politik adalah hal yang masuk akal.
BACA JUGA: Mantan Petinggi BIN Bongkar Abu Janda, Analisisnya Ngeri
Sebab, sudah ada beberapa partai politik memang diambil alih dari kepemimpinan sebelumnya.
"Walaupun ada yang take over-nya resmi, ada yang kira-kira hostile take over. Tapi itu sejarah partai politik," kata Refly Harun, Senin (1/2).
Dia juga memberi contoh pada kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dan Partai Demokrasi Indonesia.
"Megawati, setelah menang di Kongres Medan kalau tidak salah, kan pemerintahan orde baru akhirnya tidak mengakui Megawati dan lebih mengakui PDI Soerjadi dan Fatimah Achmad waktu itu," jelas Refly Harun.
BACA JUGA: Pakar Telematika Bongkar Fakta Mengejutkan Tentang Permadi Arya
Refly juga sempat menyinggung soal perebutan kepemimpinan Partai Golkar, yang sempat diperebutkan oleh Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.
"Akhirnya dua-duanya tidak dapat, Aburizal Bakrie tidak, Agung Laksono tidak, dan digantikan orang lain, Setya Novanto. Tapi kemudian Setya Novanto pun akhirnya tumbang, karena kasus korupsi," ungkapnya.
Menurut Refly, rata-rata setiap kali ada persaingan antara dua pihak yang memperebutkan kepemimpinan partai, akan dimenangkan oleh pihak yang dekat dengan pemerintahan.
Refly menegaskan, bahwa hal tersebut lumrah terjadi dalam perpolitikan di Indonesia.
"Pertanyaannya adalah mengapa demokrat harus ‘diambil’? Analisisnya begini, kita tahu bahwa partai-partai yang ada saat ini cuma 3 yang ada di luar Istana," jelas Refly Harun.
"Dari partai yang di luar Istana ini, partai yang dalam spektrum kiri itu hanya Demokrat, maka jauh lebih mudah mengambil Demokrat dibandingkan mengambil PKS misalnya, karena PKS partai yang ideologis," tambahnya.
Oleh karena itu, mengambil alih PKS akan lebih berat untuk dilakukan, karena banyak syarat ideologi yang harus dipenuhi.
"Dan kita tahu, bahwa PAN sudah sangat ‘bersahabat’ dengan pemerintahan Jokowi ini, kita tahu misalnya Zulkifli Hasan sudah mengatakan tidak mendukung yang namanya pembahasan RUU Pemilu, yang tentu ini adalah sikap presiden Jokowi," beber Refly Harun.
Menurut Refly, sikap Zulkifli Hasan yang merupakan politikus PAN ini senada dengan sinyal yang diberikan oleh Jokowi, yang juga tidak mau ada revisi UU Pemilu.
"Sebaliknya Demokrat, mereka mengambil sikap, mereka mendukung RUU Pemilu direvisi dan juga Pilkada 2022. Sama seperti dengan sikapnya PKS," kata Refly Harun.
Refly juga menilai, upaya mengambil alih Partai Demokrat merupakan upaya strategis untuk menentukan arah perpolitikan ke depannya.
"Karena kalau misalnya Demokrat bisa dilumpuhkan, maka, ya di wing oposisi tinggal PKS saja sendirian," kata Refly Harun.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News