GenPI.co - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun blak-blakan membeber polemik Pilkada Serentak 2024 yang dinilai menguntungkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Bahkan, Refly Harun mengakui dirinya sependapat dengan Ketua Bapilu Andie Arief yang menuding PDIP adalah parpol yang gila kuasa.
BACA JUGA: Survei Pilpres 2024: Tokoh Ini Melejit, Megawati & Prabowo Puyeng
Menurutnya, PDIP terlalu banyak menggunakan dalih untuk berkuasa, termasuk di Pilkada Serentak 2024.
"Yang paling tidak benar ialah membiarkan suatu daerah dipimpin oleh kepala daerah yang bukan mandat rakyat," jelas Refly Harun dikutip GenPI.co dari kanal YouTube-nya, Minggu (21/2).
Refly Harun menjelaskan, pemimpin daerah yang masa jabatannya habis pada 2022/2023 akan digantikan oleh pejabat sementara.
Pejabat sementara itu tentu bukanlah mandat dari rakyat, melainkan hasil dari penunjukkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
BACA JUGA: Doa Ustaz Yahya Waloni Ngeri, Megawati dan Ma'ruf Amin Bisa Kaget
"Belum lagi potensi pejabat sementara ini untuk dimanfaatkan dalam proses pemenangan partai tertentu," katanya.
Polemik Pilkada Serentak 2024 ini juga sepertinya akan berakhir dengan keputusan yang sama.
Pasalnya, Presiden Jokowi sudah ikut turun tangan untuk menyetop peluang revisi Pilkada Serentak tersebut.
Partai Golkar, PKB, dan NasDem yang pada awalnya ingin normalisasi Pilkada 2022/2023 pun akhirnya berbalik badan mendukung Pilkada Serentak.
Salah satu perkiraan yang membuat PDIP gamang melakukan Pilkada 2022/2023 ialah khawatir kalah di beberapa daerah utama, seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Selain itu, adanya hasil survei yang membuat PDIP rontok persentasenya bisa dipastikan membuat Megawati Soekarnoputri makin puyeng.
Survei terbaru yang dilakukan oleh Indometer menunjukkan bahwa elektabilitas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dipimpin Megawati Soekarnoputri terjun bebas dari 31,6 persen pada Oktober lalu menjadi 22,3 persen.
Sementara itu, elektabilitas Partai Demokrat melesat menjadi 8,0 persen, setelah sempat turun dari 3,9 persen pada Juli 2020 dan menjadi 3,2 persen pada Oktober 2020.
Peningkatan tersebut menempatkan Partai Demokrat di peringkat empat dengan elektabilitas terbesar di bawah PDIP, Gerindra, dan Golkar.
Direktur Eksekutif lembaga survei Indometer Leonard SB mengungkapkan hasil survei partai politik yang saling menyalip.
"Elektabilitas Demokrat melonjak, sementara PDIP jeblok, dan dua parpol papan tengah PKS dan PSI konsisten naik," ungkap Leonard SB dalam press release di Jakarta, Kamis (18/2).
Menurut Leonard, kenaikan pesat elektabilitas Partai Demokrat dan rontoknya PDIP tidak lepas dari kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang mendera parpol berkuasa.
Tak hanya itu, jebloknya PDIP dimanfaatkan dengan baik oleh parpol-parpol oposisi, khususnya Partai Demokrat.
Namun, jarak elektabilitas Demokrat dengan PDIP masih terpaut sangat jauh. Masih ada dua parpol besar lain di posisi tiga besar, yaitu Gerindra (14,1 persen-14,4 persen-13,5 persen) dan Golkar (8,2 persen-8,0 persen-8,3 persen).
Survei INDOMETER dilakukan pada 1-10 Februari 2021 melalui sambungan telepon kepada 1.200 responden dari seluruh provinsi yang dipilih acak dari survei sebelumnya sejak 2019. Margin of error sebesar 2,98 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News