GenPI.co - Peneliti dari Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (Puskapa) Universitas Indonesia Ryan Febrianto mengatakan, tren pernikahan anak dari tahun ke tahun cenderung menurun.
Dilihat dari data Susenas dari 2008-2019, meski mengalami penurunan, Ryan menyebut penurunan ini tidak drastis.
“Penurunannya ada, tetapi lambat banget. Dalam sepuluh tahun terakhir kurang lebih hanya turun 3,5 persen,” kata Ryan dalam Webinar Campaign 1.0 Amnesty International Undip, Minggu (19/12).
Adapun, dalam prevalensi penyebarannya, Kalimantan Selatan memiliki nilai tertinggi dengan 21 persen.
Sementara itu, Jawa Barat memiliki angka absolut perkawinan anak tertinggi yang diperkirakan mencapai 296.869 perkawinan anak.
Ryan menjelaskan, masalah perkawinan anak sejauh ini memang lebih banyak terjadi di pedesaan.
Masih dari data Susenas 2019, sebanyak 64,61 persen perkawinan anak terjadi di daerah pedesaan, sedangkan 35,39 persen di daerah perkotaan.
Namun, ada fenomena menarik dari perbedaan letak geografis ini.
“Di pedesaan penurunannya signifikan di sana, sebaliknya di kota justru kecil penurunannya,” katanya.
Peneliti dari Puskapa ini mengatakan, perkawinan anak lebih rentan dialami oleh anak perempuan.
Pada 2019, sekitar 10,82 persen atau 1 dari 9 perempuan berumur 20-24 tahun sudah menikah sebelum dirinya berusia 18 tahun.
Adapun, yang dialami laki-laki sekitar 0,92 persen atau 1 dari 100 laki-laki berumur 20-24 tahun sudah menikah sebelum berumur 18 tahun.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News