Pasalnya, dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa ASN hanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Oleh sebab itu, Eri Cahyadi menghadap ke Kementerian PAN-RB untuk mempertahankan tenaga non-ASN agar jangan sampai dilepas atau ikut pihak ketiga.
"Kalau saudara-saudara saya ini dilepas dari tenaga kontrak di Surabaya, hancur Kota Surabaya, akan terjadi pengangguran luar biasa," ungkap Eri Cahyadi.
BACA JUGA: Wali Kota Jambi Minta Honorer Tak Lulus Seleksi PPPK 2022 Ikut Tes Lagi: Jangan Sampai Tidak
"Saya mohon maaf tidak akan melepas mereka, kecuali mereka ada kesalahan yang memang melanggar hukum," sambungnya.
Meski belum menemukan titik temu yang diinginkan, tetapi pihak Kementerian PAN-RB memberikan opsi jalan keluar.
BACA JUGA: Nasib PPPK Terancam Jadi Pengangguran, Faktanya Mengejutkan
"Saya diberikan jalan keluar oleh kementerian. Kalau kerja di pemerintah kota, non-ASN harus ikut aturan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak boleh ikut aturan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)," jelas Eri Cahyadi.
Hal itu berarti, jika mengikuti aturan Kemenaker, besaran gaji non-ASN diatur berdasarkan Upah Minimum Kota (UMK). Jika mengikuti aturan Kemenkeu, besaran gaji pegawai non-ASN dihitung berdasarkan beban kerja.
BACA JUGA: 5 Manfaat Keluarkan Cairan Sendiri Setelah Menikah, Nomor 3 Jadi Dambaan
"Pilihan yang sulit bagi saya, karena kalau ikut UMK, gaji naik terus, tapi teman-teman (non-ASN) harus ikut pihak ketiga (perusahaan swasta/outsourcing). Tapi, kalau ikut pihak ketiga, apakah sudah pasti teman-teman ini akan mendapatkan besaran gaji UMK," beber Eri Cahyadi.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News