Catatan Dahlan Iskan: Pelangi Kesepian

Catatan Dahlan Iskan: Pelangi Kesepian - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

"Orangnya masih muda. Lebih muda dari Zul," ujar Hermanto. 

Ia sudah bekerja. Di meja goyang –istilah untuk pengayak tanah yang mengandung bijih timah. 

Kedatangan Hermanto yang pertama disambut dingin. Sang ayah tidak berhasil mengusahakan pencabutan pengaduan. Pulang. Lalu datang lagi kali kedua. Sudah lebih diterima. Tapi tetap tidak mau mencabut laporan.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Pelangi Mangga

"Apakah masih akan ke sana lagi?" tanya saya.

"Tidak. Sudah tidak ada harapan," katanya. 

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Pelangi Bangkit

Saya ke rumah Hermanto bersama wartawati Yusnani dari tabloid Belitong Bertuah. Wartawan Belitong Ekspres membantu mencarikan alamatnya. 

Rumah itu agak di pinggir kota Tanjung Pandan. Melewati jalan raya depan kejaksaan. Belok kiri. Masuk ke jalan kecil. Lalu masuk gang tanah berpasir. Masuk lagi ke anak gang yang lebih sempit. Lewat jalan setapak. 

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Pelangi Nakal

Ada tiga rumah berjauhan di ujung jalan setapak itu. Jalan buntu. Sepi. Sunyi. Tidak ada orang. Satu sepeda motor bebek terlihat terparkir sendirian di bawah pohon manggis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya