Catatan Dahlan Iskan: Pasar Apung

Catatan Dahlan Iskan: Pasar Apung - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Fajar berganti pagi. Waktunya mandi pagi. Maka di sepanjang pinggir sungai Martapura ini banyak orang lagi mandi pagi: di dermaga apung di depan rumah masing-masing. Di sebelah bangunan toilet yang juga terapung. Atau toilet bertiang di atas air sungai.

Yang laki-laki mandi dengan cara tetap mengenakan celana kolor. Saya tahu cara mandi seperti itu. Saya pernah mengalaminya berbulan-bukan. Di dermaga apung sungai Mahakam. Di bagian kampung Karang Asam, pinggiran kota Samarinda.

Saya tinggal di rumah kakak sulung. Di belakang sekolah. Tiap pagi harus menyusuri jembatan kayu, menyeberangi jalan raya, menuruni dermaga: ada toilet terapung di situ. Juga ada rangkaian kayu terapung yang bisa untuk mandi.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Rumah Bocor

Menyabun badan bagian atas tidak ada masalah. Tapi menyabun bagian bawah harus memasukkan sabun ke dalam celana kolor. Jangan menghadap ke jalan raya. Jangan pula menghadap ke hulu atau ke hilir.

Di jalan banyak orang lewat. Di hulu dan hilir juga banyak orang mandi serupa. Yang paling aman: menghadap ke tengah sungai. Memang ada perahu yang lalu-lalang di sana tapi agak jauh di tengah.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Perangkat Desa

Etika perahu: tidak boleh lewat dekat tempat mandi dan toilet seperti itu. Gelombang yang diakibatkan oleh perahu akan mengguncang pijakan tempat mandi mereka.

Yang wanita mandinya sambil mengenakan sarung yang dililit sampai atas dada. Cara menyabun badan pun sama dengan laki-laki yang pakai celana kolor.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Donald Trump: Tegur Jesus

Sudah lama tidak ada lagi pemandangan seperti itu di Karang Asam. Modernisasi sudah mengubah cara mandi. Apalagi kualitas air Mahakam sendiri sudah kian parah. Di umur 72 tahun ini saya melihatnya lagi di sepanjang sungai Martapura. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya