Catatan Dahlan Iskan: Beras Bansos

Catatan Dahlan Iskan: Beras Bansos - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

Begitu cepat wabah ''nasi Harbin'' menjalar ke seluruh Tiongkok. Begitu cepat selera orang di sana berubah –mengikuti kemajuan ekonomi mereka. Begitu mudah mereka melupakan rasa nasi lama. 

Meski sering makan nasi ala Harbin saya tidak sampai melupakan rasa nasi lama. Saya tidak mengharuskan istri membeli beras kelas itu. Terima kasih lidah. Anda begitu fleksibel. Dapat nasi Harbin Alhamdulillah. Pun ketika dapat nasi dapur istri saya.

Fleksibilitas lidah itu bersumber dari ekspektasi. Dugaan saya: lidah bisa fleksibel karena tidak pernah punya ekspektasi bisa selalu makan nasi Harbin.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Madura Kali

Ekspektasi kebanyakan orang cukuplah: beras ada. Tidak harus ngetan dan wangi. Cukup enak cukup –untuk lidah fleksibel. Berharap juga harga pun terjangkau.

Tahap ''ada beras'' dan ''beras cukup'' pernah tercapai. Yakni di zaman mertua presiden terpilih sekarang jadi presiden. 

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Hilirisasi Rudi

Setelah itu harusnya kita naik kelas: dari ''ada'' dan ''cukup'' ke rasa yang lebih enak.

Ternyata kita tidak bisa naik kelas. Tidak pernah bisa. Kita begitu cinta pada kelas yang sama. Bahkan status ''cukup'' itu pun  masih sering terganggu: harus impor. 

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Setelah Putaran

Setiap presiden takut inflasi. Begitu muncul ramalan bahwa stok beras menipis keputusannya cepat: impor beras! Kalau tidak, akan inflasi. Harga beras sangat sensitif pada inflasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya