
Waktu berhasil mencapai homologasi itu saya angkat topi. Di Disway ini saya ucapkan selamat. Direksi Garuda saya puji setinggi langit. Itu jalan keluar terbaik bagi Garuda. Direksi yang dipimpin Irfan Setiaputra kala itu telah membuat sejarah besar: membuat Garuda menemukan jalan menuju sehat.
Dengan tanggungan utang yang sudah ringan itu saya pun ikut optimistis: janji Garuda akan sehat berlaba dalam tiga tahun pasti akan terbukti. Apalagi itu sudah dijanjikan secara tertulis. Yakni dalam kesepakatan di proses menuju homologasi.
"Kalau tidak bisa kembali sehat untuk apa kami selesaikan lewat homologasi," ujar Irfan saat itu.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Bintang Empat
Tahun lalu Irfan diganti. Kini Garuda dipimpin alumnus Taruna Nusantara yang juga alumnus Lion Air: Wamildan Tsani Panjaitan. Saya tidak bisa memastikan seandainya Irfan tidak diganti apakah Garuda bisa sehat dalam tiga tahun seperti yang dijanjikan.
Waktu kesepakatan itu dibuat tentunya sudah diperhitungkan: beban apa saja yang harus dibayar Garuda ke depan, agar dalam tiga tahun sudah sehat dan berlaba. Termasuk konsekuensi perlunya biaya maintenance.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Bukhari Sukarno
Kenyataannya: justru di tahun ketiga Garuda perlu suntikan Rp 17 triliun. Danantara cukup berhati-hati untuk tidak mengabulkan seluruhnya.
Mungkin direksi Garuda yang sekarang merasa tidak puas: bagaimana bisa terbang tinggi kalau ''hanya'' diberi Rp 6,5 triliun.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Dasco Sicilia
Apalagi suntikan Danantara itu sifatnya tidak sama lagi dengan dulu-dulu: bukan injeksi murni. Dana Rp 6,5 triliun itu bentuknya pinjaman komersial. Artinya: Garuda harus membayar bunga dan cicilannya. Tentu ini juga beban baru bagi Garuda –yang tidak tercantum dalam perjanjian homologasi.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News