Baduy dalam Kenangan

Baduy dalam Kenangan - GenPI.co
Kampung Baduy

Lojor teumeunang dipotong, pondok teu meunang disambung. Kalimat bahasa Sunda  itu pasti dibaca oleh setiap pengunjung yang akan melewati gerbang Kampung Adat Baduy di Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lemak, Banten. Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut kurang lebih berarti “Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung”. Itu menjadi salah satu filofofi hidup masyarakat Baduy yang hidup berdampingan secara harmonis dengan alam tempat tinggalnya.

Gerbang itu sekaligus menjadi batas dari tanah ulayat orang Badyu dengan kawasan di luarnya. Melewati gerbang,  pengunjung akan disuguhkan dengan deretan rumah kayu beratap ilalang dan ijuk.Rumah-rumah tersebut dibangun diatas undakan batu yang disusun dengan sangat cermat. Pada beberapa rumah terlihat kain tenun warna-warni  yang ditata bersama beberapa barang kerajinan lainya. Barang-barang itu bukan pajangan semata tapi memang dijual kepada peara pengunjung. Maka tidak ada salahnya untuk membeli salah satu dari barang tersebut sebagai buah tangan.

Masyarakat Baduy memang berusaha  memegang teguh adat istiadat mereka. Bahkan mereka seperti mengisolasi diri dari derap jaman yang terus maju. Memakai alas kaki pun mereka tidak mau. Maka jangan heran jika saat berada di tempat ini, pengunjung merasa seolah waktu mundur ratusan tahun.

Bagi yang mau menginap, jangan berharap ada penerangan listrik di malam hari. Masyarakat. Gelap pekat menyelimuti kampung. Hanya ada  kerlap-kerlip lampu cempor/ oncor berbahan bakar minyak sayur yang menyala samar dari dalam  setiap rumah. Sangat kontras dengan keadaan di luar tanah ulayat yang terang benderang.

Namun keadaan minim cahaya itu menjadi kenikmatan tersediri ketika memutuskan bermalam di kampung Baduy. Kedap-kedip lampu cempor  membuat saat bercengkrama dengan penduduk semakin asyik. Sementara di luar sana, suara binatang malam makin menambah syahdu suasana. Sebagai pelengkap, segelas kopi gula aren beserta panganan lokal menghangatkan tubuh dari angin dingin yang masuk melalui celah-celah rumah. Kesemuanya itu menghadirkan nuansa damai yang hanya ditemukan di tengah-tengah masyarakat Baduy.

Waktu terasa berjalan lambat di kampung Baduy. Terlebih saat hari beranjak malam.  Setiap momen yang dilewati dijamin membekas kuat dalam ingatan. Rona alami yang terpancar dari wajah polos penduduk meninggalkan kesan sendiri di setiap hati pengunjung. Jika malam tiba, jangan khawati waktu tidur akan diganggu nyamuk-nyamuk nakal. Entah mengapa bintangan pengganggu itu seperti enggan memasuki kampung. Demikian pula dengan binatang melata dan hewan buas lainnya. Mungkin karena penghuni hutan itu menghormati penduduk Baduy, sebagaimana mereka senantiasa menjaga kelestarian alam dari cemar yang dihasilkan perkembangan jaman.

 

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Selanjutnya