
Dia tercengang kaget mendapati aku menangis duduk, sambil memeluk erat bayiku dengan wajah yang pucat pasi dan terlihat wajah ketakutan yang luar biasa.
Dia pun lega dan kami berhasil keluar dari gedung tak berpenghuni itu.
Kami pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah kami mengadakan acara selamatan besar untuk anak laki-laki kami.
Aku tak bisa berpikir sehat, bahwa yang telah membantu melahirkan putraku adalah mereka yang tak kasat mata.
Ari-ari putraku turut dibawanya ke alam lain.
Kami baru sadar bahwa gedung rumah sakit itu telah lama dikosongkan semenjak 5 tahun lalu.
Rumah sakit itu telah menempati gedung baru yang tak jauh dari gedung lama. Tempat di mana aku bersalin.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News