
Mereka mengambil tempat di teras rumah Wati, mengisi kursi dan meja bundar dari kayu jati yang tampak tua dan mengkilap yang terletak di situ.
Ayah Wati belum pulang kerja, sementara ibunya ke pasar. Adik-adik Wati yang dua orang itu entah di mana. Praktis hanya mereka berdua di rumah itu.
Itu sebabnya Budi memilih duduk di teras rumah saja yang lebih terbuka. Ia takut tergoda setan jika belajar di dalam rumah . Terlebih, akhir-akhir ini Wati mulia genit padanya.
BACA JUGA: Kasihku pada Wendy Melampaui Waktu
Bagaimanapun juga, ia adalah adalah seorang lelaki. Hasratnya bisa naik ke ubun-ubun dan membuatnya gelap mata jika ada kesempatan.
Setelah basa-basi sebentar, Wati masuk ke dalam untuk membawa masuk buah tangan Budi. Dan, dari situlah prahara dimulai.
Saat masuk, Wati membiarkan ponselnya tergeletak di meja. Aplikasi WhatsApp tampak masih terbuka Sementara beberapa pesan masuk di platform perpesanan itu terus bertambah jumlah notifikasinya.
Budi penasaran. Ia ingin mengintip, tapi takut ketahuan. Namun rasa ingin tahunya terlanjur memenuhi dada, lalu dengan cepat meraih ponsel itu dan menggulir layarnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News