Di Pulau ini, Klenteng dan Masjid Berdiri Bersebelahan Selama Ratusan Tahun

Di Pulau ini, Klenteng dan Masjid Berdiri Bersebelahan Selama Ratusan Tahun - GenPI.co
Masjid Besar Raja Haji Abdul Ghani yang bertetangga dengan Klenteng Sam Po Teng. (Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Sumatera adalah tempat di Nusantara di mana pedagang Arab, India, dan Persia bertemu dengan pedagang Cina. Bersama Melayu setempat mereka bertukar barang dagangan dan budaya. Banyak pula yang menetap dan menikah dengan warga Melayu.

Interaksi antara Melayu dan Peranakan bisa dilihat dengan nyata di Kepulauan Karimun. Salah satunya di Pulau Buru, pulau kecil yang memiliki Masjid, Vihara, dan Klenteng sekaligus.

Klenteng Sam Po Teng dibangun pada tahun 1815 oleh kaum peranakan di Pulau Buru. Bangunan itu dibangun oleh tukang yang sama dengan yang membangun Masjid Besar Raja Haji Abdul Ghani. Ini menunjukkan eratnya hubungan antara umat beragama dan etnik di Karimun.

Altar utama klenteng Sam Po Teng disediakan bagi dewa utama Toa Pek Kong yang merupakan dewa kemakmuran yang didampingi oleh Sang Guru dan Sang Buddha di sisi kanan dan kiri Toa Pek Kong.

Klenteng Sam Po Teng berdiri sekitar 200 meter dari Masjid Besar Raja Haji Abdul Ghani. Diperkirakan, kedua bangunan itu  dibangun pada masa yang sama. Masjid tua ini berukuran 8 meter kali 15 meter dan memiliki menara setinggi 21 meter yang berdiameter 4 meter. Masjid ini masih aktif dipergunakan sampai saat ini.

Traveler yang ingin melihat sendiri kedua bangunan bersejarah dan simbol keberagaman ini bisa berangkat menuju Bandara Raja Haji Abdullah di Sei Bati, Tanjung Balai di Pulau Karimun Besar. Dari situ bisa  menyeberang ke Pelabuhan Buru di Pulau Buru

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya