Ramadan dan Lebaran A la Jogja

Ramadan dan Lebaran A la Jogja - GenPI.co
Masyarakat jogja berjibaku memperebutkan isi gunungan dala tradisi Grebeg Syawalan (Forto: Tirto.id)

Sebagai salah satu pusat kebudayaan bercorak Jawa, Jogja juga kental banget nuansa Islamnya. Lantas apa momen apa sih yang ditunggu banget di Jogja selama masa Ramadan menjelang Lebaran? Yepp, kamu bener. Grebeg Syawal.

Jika kamu ingin merasakan akulturasi yang selaras antara Islam dan kebudayaan Jawa klasik, Grebeg Syawal adalah momentum yang pas. Itu adalah adat ritual rutin yang dijalankan Keraton Yogyakarta setiap tanggal 1 Syawal. Sebagai  simbol Hajad Dalem (sedekah) serta kedermawanan Sultan kepada rakyatnya, Keraton akan menyuguhkan ‘gunungan’ kepada rakyatnya.

Gunungan ini beragam hasil bumi yang dibentuk kerucut. Biasanya gunungan yang disajikan ada 7 dan diperebutkan di 3 lokasi berbeda. Komposisi gunungan ini terdiri dari 3 gunungan jaler dan 1 estri. Lalu, masing-masing ada juga 1 gunungan darat, gepak, dan pawuhan. Sebelum dilepas di tengah-tengah masyarakat untuk diperebutkan, gunungan ini terlebih dahulu didoakan di Masjid Agung Kauman.

Ada keunikan sendiri saat menyaksikan rakyat Jogja yang berjibaku memperebutkan isi gunungan. Konon, sesaji berisi beraneka hasil bumi yang disusun membentuk kerucut ini mampu membawa keberuntungan. Kamu juga bisa ikutan kok. Tapi kamu harus rela dorong-dorongan yah.

Jika di luar sana rakyat bergembira ria memperebutkan gunungan, suasana di dalam Keraton terasa agung. Pasalnya, di tempat itu sedang berlangsung tradisi Ngabekten Sultan.

Ini adalah tradisi turun temurun di kalangan keraton Yogyakarta. Kata Ngabekten berasal dari Bahasa Jawa, yaitu bekti. Artinya berbakti juga menghormati seseorang yang dituakan, yang dalam hal ini Sri Sultan Hamengkubuwono. Dalam tradisi ini,  seluruh kerabat Keraton Yogyakarta, Bupati, dan Walikota di provinsi DIY melakukan sungkem kepada Sri Sultan Hamengkubuwono. Agenda ini juga digunakan sebagai prosesi saling memaafkan. Tradisi Ngabekten Sultan ini berlaku menyeluruh, baik kerabat keraton maupun para abdidalemnnya. 

Dalam tradisi Ngabekten Sultan, ada beragam tata cara yang harus diikuti. Peserta harus mengenakan busana sesuai pranata yang ditetapkan. Bagi abdidalem yang terlambat tidak boleh menyusul, apalagi saat Sri Sultan sudah hadir. Mundur atau majunya seperta ngabekti juga mengikuti perintah Sri Sultan. Selama ‘sowan’ peserta harus tenang dan tidak membawa senjata tajam. 

Dua event di atas begitu kental nuansa kearifan lokalnya. Lalu bagaimana dengan event yang kekinian? Tenang guys, kamu nggak usah khawatir. Datang saja ke Pasar Digital Banyunibo.
Di Ramadan tahun ini, banyak event masif digelar oleh Pasar Banyunibo. Buat kamu yang belum tahu, ini adalah destinasi digital besutan Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Jogja. Lokasinya di Embrio Pasar Banyunibo, Kompleks Candi Banyunibo, Cepit, Bokoharjo, Prambanan, Sleman. Beroperasi mulai pukul 15.00 WIB, area ini menjadi spot ngabuburit paling kece. 

Nuansanya yang berada di komplek Candi Banyunibo memang eksotis. Sebab, kawasan ini sangat asri. Apalagi, lokasinya didukung oleh Candi Boko yang tepat berada sisi utara pasar. Khas destinasi digital, beragam spot instagramable pun bertebaran hampir di semua sisi pasar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya